Ngentot Dua Memek Basah | Seo JudiKartu
Agen Poker Online Terpercaya - Dewagalau
Cerita Seks - Perkenalkan namaku Ivan saat aku berstatus mahasiswa di
kota kediri umurku 23 tahun , aku termasuk idola di kampusku, saking gantengnya
banyak cewek yang betah bila jalan denganku hehe, bukannya sombong lho, kali ini
aku akan ceritakan kisahku yang orisinil dari pengalamanku tentang Seks.
Karena aku termasuk Playboy aku mempunyai banyak cewek, sekian cewek yang aku
pacari ada satu yang membuat aku cinta namanya Rere , dia memang bisa membuat
hatiku nyaman dengannya, tapi didalam cerita ini tidak ada sangkutan dengan Rere
Aku dan Rere sudah enam bulan pacaran, tapi belum pernah bisa merasakan
bersenggama dengan dia, ngasih cium aja gak pernah, huhhh jutek banget sama dia,
ceritanya saat aku ngapel di kostnya Rere saat itu aku habis nonton film porno
libidoku naik aku ingin ML dengan Rere, tapi sampenya di kostnya di tolak mentah
mentah malahan menasehati aku.
Makanya malam minggu itu aku nggak ngapel (ceritanya ngambek). Aku cuman duduk-
duduk sambil gitaran di teras kamar kostku. Semua teman kostku pada ngapel atau
entah nglayap kemana. Rumah induk yang kebetulan bersebelahan dengan rumah kost
agak sepi.
Sebab sejak tadi sore ibu kost dan bapak pergi ke kondangan. Putri tertua mereka,
Murni sudah dijemput pacarnya sejam yang lalu. Sedang Maidy, adiknya Murni entah
nglayap kemana.
Yang ada tinggal Maya, si bungsu dan Nancy, sepupunya yang kebetulan lagi
berkunjung ke rumah oomnya. Terdengar irama lagu India dari dalam rumah induk,
pasti mereka lagi asyik menonton Gala Bollywood.
Nggak tahu, entah karena suaraku merdu atau mungkin karena suaraku fals plus
berisik, Maya datang menghampiriku.
"Lagi nggak ngapel nih, Mas Ivan?" sapanya ramah (perlu diketahui kalau Maya
memang orangnya ramah banget)
"Ngapel sama siapa, May?" jawabku sambil terus memainkan Sialannya Cokelat.
"Ah... Mas Ivan ini pura-pura lupa sama pacarnya."
Gadis itu duduk di sampingku (ketika dia duduk sebagian paha mulusnya terlihat
sebab Maya cuman pakai kulot sebatas lutut). Aku cuman tersenyum kecut.
"Udah putus aku sama dia." jawabku kemudian.
Nggak tahu deh, tapi aku menangkap ada yang aneh dari gelagat Maya. Gadis 14 tahun
itu nampaknya senang mendengar aku putus. Tapi dia berusaha menutup-nutupinya.
"Yah, kacian deh... habis putus sama pacar ya?" godanya. "Kayaknya bete banget
lagunya."
Aku menghentikan petikan gitarku.
"Yah, gimana ya... kayaknya aku lebih suka sama Maya deh ketimbang sama dia."
Nah lo! Kentara benar perubahan wajahnya. Gadis berkulit langsep agak gelap itu
merah mukanya. aku segera berpikir, apa bener ya gosip yang beredar di tempat kost
ini kalo si Maya ada mau sama aku.
"May, kok diam aja? Malu yah..."
Maya melirik ke arahku dengan manja. Tiba-tiba saja batinku ngrasani, gadis yang
duduk di sampingku ini manis juga yah. Masih duduk di kelas dua smp tapi kok
perawakannya udah kayak anak sma aja.
Tinggi langsing semampai, bodinya bibit-bibit peragawati, payudaranya... waduh kok
besar juga ya. Tiba-tiba saja jantungku berdebar memandangi tubuh Maya yang cuman
pakai kaos ketat tanpa lengan itu.
Belahan dadanya sedikit tampak diantara kancing-kancing manisnya. Ih, ereksiku
naik waktu melirik pahanya yang makin kelihatan. Kulit paha itu ditumbuhi bulu-
bulu halus tapi cukup lebat seukuran cewek.
"Mas, daripada nganggur gimana kalo Mas Ivan bantu aku ngerjain peer bahasa
inggris?"
"Yah Maya, malam minggu kok ngerjain peer? Mendingan pacaran sama Mas Ivan, iya
nggak?" pancingku.
"Ah, Mas Ivan ini bisa aja godain Maya.."
Maya mencubit pahaku sekilas. Siir.. Wuih, kok rasanya begini. Gimana nih, aku kok
kayak-kayak nafsu sama ini bocah. Waduh, penisku kok bangun yah?
"Mau nggak Mas, tolongin Maya?"
"Ada upahnya nggak?"
"Iiih, dimintai tolong kok minta upah sih..."
Cubitan kecil Maya kembali memburu di pahaku. Siiiir... kok malah tambah merinding
begini ya?
Bandar Blackjack Online Terpercaya - Dewagalau
"Kalau diupah sun sih Mas Ivan mau loh." pancingku sekali lagi.
"Aah... Mas Ivan nakal deh..."
Sekali lagi Maya mencubit pahaku. Kali ini aku menahan tangan Maya biar tetap di
pahaku. Busyet, gadis itu nggak nolak loh. Dia cuman diam sambil menahan malu.
"Ya udah, Maya ambil bukunya trus ngerjain peernya di kamar Mas Ivan aja. Nanti
tak bantu ngerjain peer, tak kasih bonus pelajaran pacaran mau?"
Gadis itu cuman senyum saja kemudian masuk rumah induk. Asyik... pasti deh dia
mau. Benar saja, nggak sampai dua menit aku sudah bisa menggiringnya ke kamar
kostku.
Kami terpaksa duduk di ranjang yang cuman satu-satunya di kamar itu. Pintu sudah
aku tutup, tapi nggak aku kunci. Aku sengaja nggak segera membantunya ngerjain
peer, aku ajak aja dia ngobrol.
"Sudah bilang sama Nancy kalo kamu kemari?"
"Iya sudah, aku bilang ke tempat Mas Ivan."
"Trus si Nancy gimana? Nggak marah?"
"Ya enggak, ngapain marah."
"Sendirian dong dia?"
"Mas Ivan kok nanyain Nancy mulu sih? Sukanya sama Nancy ya?" ujar Maya merajuk.
"Yee... Maya marah. Cemburu ya?"
Maya merengut, tapi sebentar sudah tidak lagi. Dibuka-bukanya buku yang dia bawa
dari rumah induk.
"Maya udah punya pacar belum?"tanyaku memancing.
"Belum tuh."
"Pacaran juga belum pernah?"
"Katanya Mas Ivan mau ngajarin Maya pacaran." balas Maya.
"Maya bener mau?" Gayung bersambut nih, pikirku.
"Pacaran itu dasarnya harus ada suka." lanjutku ketika kulihar Maya tertunduk
malu. "Maya suka sama mas Ivan?"
Maya memandangku penuh arti. Matanya seakan ingin bersorak mengiyakan
pertanyaanku. tapi aku butuh jawaban yang bisa didengar. Aku duduk merapat pada
Maya.
"Maya suka sama Mas Ivan?" ulangku.
"Iya." gumamnya lirih.
Bener!! Dia suka sama aku. Kalau gitu aku boleh...
"Mas Ivan mau ngesun Maya, Maya nurut aja yah..." bisikku ke telinga Maya
Tanganku mengusap rambutnya dan wajah kami makin dekat. Maya menutup matanya lalu
membasahi bibirnya (aku bener-bener bersorak sorai). Kemudian bibirku menyentuh
bibirnya yang seksi itu, lembut banget. Kulumat bibir bawahnya perlahan tapi penuh
dengan hasrat, nafasnya mulai berat. Lumatanku semakin cepat sambil sekali-sekali
kugigit bibirnya.
Mmm..muah... kuhisap bibir ranum itu.
"Engh.. emmh.." Maya mulai melenguh.
Nafasnya mulai tak beraturan. Matanya terpejam rapat seakan diantara hitam
terbayang lidah-lidah kami yang saling bertarung, dan saling menggigit.
Tanganku tanpa harus diperintah sudah menyusup masuk ke balik kaos ketatnya.
Kuperas-peras payudara Maya penuh perasaan. ereksiku semakin menyala ketika
gundukan hangat itu terasa kenyal di ujung jari-jariku.
Bibirku merayap menyapu leher jenjang Maya. Aku cumbui leher wangi itu. Kupagut
sambil kusedot perlahan sambil kutahan beberapa saat. Gigitan kecilku merajang-
rajang birahi Maya.
"Engh.. Masss... jangan... aku uuuh..."
Ketika kulepaskan maka nampaklah bekasnya memerah menghias di leher Maya.
"May... kaosnya dilepas ya sayang..."
Gadis itu hanya menggangguk. Matanya masih terpejam rapat tapi bibirnya
menyunggingkan senyum. Nafasnya memburu. Sambil menahan birahi, kubuka keempat
kancing kaos Maya satu persatu dengan tangan kananku.
Sedang tangan kiriku masih terus meremas payudara Maya bergantian dari balik kaos.
Tak tega rasanya membiarkan Maya kehilangan kenikmatannya. Jemari Maya menggelitik
di dada dan perutku, membuka paksa hem lusuh yang aku kenakan. Aku menggeliat-
geliat menahan amukan asmara yang Maya ciptakan.
Kaos pink Maya terjatuh di ranjang. Mataku melebar memandangi dua gundukan manis
tertutup kain pink tipis. Kupeluk tubuh Maya dan kembali kuciumi leher jenjang
gadis manis itu, aroma wangi dan keringatnya berbaur membuatku semakin bergairah
untuk membuat hiasan-hiasan merah di lehernya.Perlahan-lahan kutarik pengait BH-
nya, hingga sekali tarik saja BH itupun telah gugur ke ranjang. Dua gundukan
daging itupun menghangat di ulu hatiku.
Kubaringkan perlahan-lahan tubuh semampai itu di ranjang. Wow... payudara Maya
(yang kira-kira ukuran 34) membengkak. Ujungnya yang merah kecoklatan
menggairahkan banget. Beberapa kali aku menelan ludah memandangi payudara Maya.
Ketika merasakan tak ada yang kuperbuat, Maya memicingkan mata.
"May... adekmu udah gede banget May..."
"Udah waktunya dipetik ya mass..."
"Ehem, biar aku yang metik ya May..."
Aku berada di atas Maya. Tanganku segera bekerja menciptakan kenikmatan demi
kenikmatan di dada Maya.
Putar... putar.. kuusap memutar pentel bengkak itu.
"Auh...Mass.. Aku nggak tahan Mass... kayak kebelet pipis mas.." rintih Maya.
Tak aku hiraukan rintihan itu. Aku segera menyomot payudara Maya dengan mulutku.
"Mmmm... suuup... mmm..." kukenyot-kenyot lalu aku sedot putingnya.
"Mass... sakiit..." rintih Maya sambil memegangi vaginanya.
Sekali lagi tak aku hiraukan rintihan itu. Bagiku menggilir payudara Maya sangat
menyenangkan. Justru rintihan-rintihan itu menambah rasa nikmat yang tercipta.
Tapi lama kelamaan aku tak tega juga membuat Maya menahan kencing. Jadi aku lorot
saja celananya. Dan ternyata CD pink yang dikenakan Maya telah basah.
"Maya kencing di celana ya Mass?"
"Bukan sayang, ini bukan kencing. Cuman lendir vaginamu yang cantik ini."
Maya tertawa mengikik ketika telapak tanganku kugosok-gogokkan di permukaan
vaginanya yang telah basah. Karena geli selakangnya membuka lebar.
Vaginanya ditumbuhi bulu lebat yang terawat. Lubang kawin itu mengkilap oleh
lendir-lendir kenikmatan Maya. Merah merona, vagina yang masih perawan.
Tak tahan aku melihat ayunya lubang kawin itu. Segera aku keluarkan penisku dari
sangkarnya. Kemudian aku jejalkan ke pangkal selakangan yang membuka itu.
"Tahan ya sayang...engh.."
"Aduh... sakiiit mass..."
"Egh... rileks aja...."
"Mas... aah!!!" Maya menjambak rambutku dengan liar.
Slup... batang penisku yang perkasa menembus goa perawan Maya yang masih sempit.
Untung saja vagina itu berair jadi nggak terlalu sulit memasukkannya. Perlahan-
lahan, dua centi lima centi masih sempit sekali.
"Aduuuh Masss... sakiiit..." rintih Maya.
Aku hentakkan batang penisku sekuat tenaga.
"Jruub..."
Langsung amblas seketika sampai ujungnya menyentuh dinding rahim Maya. Batang
penisku berdenyut-denyut sedikit sakit bagai digencet dua tembok tebal. Ujungnya
tersentuh sesuatu cairan yang hangat. Aku tarik kembali penisku. Lalu masukkan
lagi, keluar lagi begitu berkali-kali. Rasa sakitnya berangsur-angsur hilang.
Aku tuntun penisku bergoyang-goyang.
"Sakit sayang..." kataku.
"Enakkk...eungh..." Maya menyukainya.
Ia pun ikut mengggoyang-goyangkan pantatnya. Makin lama makin keras sampai-sampai
ranjang itu berdecit-decit. Sampai-sampai tubuh Maya berayun-ayun. Sampai-sampai
kedua gunung kembar Maya melonjak-lonjak. Segera aku tangkap kedua gunung itu
dengan tanganku.
"Enggh.. ahhh.." desis Maya ketika tanganku mulai meremas-remasnya.
"Mass aku mau pipis..."
"Pipis aja May... nggak papa kok."
"Aaach...!!!"
"Hegh...engh..."
"Suuur... crot.. crot.. "
Lendir kawin Maya keluar, spermaku juga ikut-ikutan muncrat. Kami telah sama-sama
mencapai orgasme.
"Ah..." lega. Kutarik kembali penisku nan perkasa. Darah perawan Maya menempel di
ujungnya berbaur dengan maniku dan cairan kawinnya. Kupeluk dan kuciumi gadis yang
baru memberiku kepuasan itu. Mayapun terlelap kecapaian.
Kreek... Pintu kamarku dibuka. Aku segera menengok ke arah pintu dengan
blingsatan. Nancy terpaku di depan pintu memandangi tubuh Maya yang tergeletak
bugil di ranjang kemudian ganti memandangi penisku yang sudah mulai melemas. Tapi
aku juga ikut terpaku kala melihat Nancy yang sudah bugil abis. Aku tidak tahu
tahu kalau sejak Maya masuk tadi Nancy mengintip di depan kamar.
"Nancy? Ng... anu.." antara takut dan nafsu aku pandangi Nancy.
Gadis ini lebih tua dua tahun diatas Maya. Pantas saja kalau dia lebih matang dari
maya. Walau wajahnya tak bisa menandingi keayuan Maya, tapi tubuhnya tak kalah
menarik dibanding Maya, apalagi dalam keadaan full naked kayak gitu.
"Aku nggak akan bilang ke oom dan tante asal..."
"Asal apaan?"
Mata Nancy sayu memandang ke arah Maya dan penisku bergantian. Lalu dia membelai-
belai payudara dan vaginanya sendiri. Tangan kirinya bermain-main di belahan
vaginanya yang telah basah. Nancy sengaja memancing birahiku.
Melihat adegan itu, gairahku bangkit kembali, penisku ereksi lagi. Tapi aku masih
ingin Nancy membarakan gairahku lebih jauh.
Nancy duduk di atas meja belajarku. Posisi kakinya mekangkang sehingga vaginanya
membuka merekah merah. Tangannya masih terus meremas-remas susunya sendiri.
Mengangkatnya tinggi seakan menawarkan segumpal daging itu kepadaku.
"Mas Ivan.. sini.. ay..."
Aku tak peduli dia mengikik bagai perek. Aku berdiri di depan gadis itu.
"Ayo.. mas mainin aku lebih hot lagi.." pintanya penuh hasrat.
Aku gantiin Nancy meremas-remas payudaranya yang ukuran 36 itu. Puting diujungnya
sudah bengkak dan keras, tanda Nancy sudah nafsu banget. "Eahh.. mmhh..."
rintihannya sexy sekali membuatku semakin memperkencang remasanku.
"Eahhh.. mas.. sakit.. enak...."
Nancy memainkan jarinya di penisku. Mempermainkan buah jakarku membuatku melenguh
keasyikan. "Ers... tanganmu nakal banget..." Gadis itu cuman tertawa mengikik tapi
terus mempermainkan senjataku itu. Karena gemas aku caplok susu-susu Nancy
bergantian. Kukenyot sambil aku tiup-tiup.
"Auh..."
Nancy menekan batang penisku.
"Ers... sakit sayang" keluhku diantara payudara Nancy.
"Habis dingin kan mas..." balasnya.
Setelah puas aku pandangi wajah Nancy.
"Nancy, mau jurus baru Mas Ivan?"
Gadis itu mengangguk penuh semangat.
"Kalau gitu Nancy tiduran di lantai gih!"
Nancy menurut saja ketika aku baringkan di lantai. Ketika aku hendak berbalik,
Nancy mencekal lenganku. Gadis yang sudah gugur rasa malunya itu segera
merengkuhku untuk melumat bibirnya.
Serangan lidahnya menggila di ronga mulutku sehingga aku harus mengeluarkan tenaga
ekstra untuk mengimbanginya. Tanganku dituntunnya mengusap-usap lubang kelaminnya.
Tentu saja aku langsung tanggap. Jari-jariku bermain diantara belantara hitam nan
lebat diatas bukit berkawah itu. "Mmmm... enghh..."
Kami saling melenguh merasakan sejuta nikmat yang tercipta.
Aku ikut-ikutan merebah di lantai. Aku arahkan Nancy untuk mengambil posisi 69,
tapi kali ini aku yang berada di bawah. Setelah siap, tanpa harus diperintah Nancy
segera membenamkan penisku ke dalam mulutnya (aku jadi berpikiran kalau bocah ini
sudah berpengalaman).
Nancy bersemangat sekali melumat penisku yang sejak tadi berdenyut-denyut nikmat.
Demikian juga aku, begitu nikmatnya menjilati lendir-lendir di setiap jengkal
vagina Nancy, sedang jariku bermain-main di kedua payudaranya.
Srup srup, demikian bunyinya ketika kusedot lendir itu dari lubang vagina Nancy.
Ukuran vagina Nancy sedikit lebih besar dibanding milik Maya, bulu-bulunya juga
lebih lebat milik Nancy. Dan klitorisnya... mmm... mungil merah kenyal dan
mengasyikkan. Jadi jangan ngiri kalo aku bener-bener melumatnya dengan lahap.
"Ngngehhh...uuuhh.." lenguh Nancy sambil terus melumat senjataku.
Sedang lendir kawinnya keluar terus.
"Erss... isep sayang, iseppp..." kataku ketika aku merasa mau keluar.
Nancy menghisap kuat-kuat penisku dan crooott... cairan putih kental sudah penuh
di lubang mulut Nancy. Nancy berhenti melumat penisku, kemudian dia terlentang
dilantai (tidak lagi menunggangiku). Aku heran dan memandangnya.
"Aha..." ternyata dia menikmati rasa spermaku yang juga belepotan di wajahnya,
dasar bocah gemblung.
Beberapa saat kemudian dia kembali menyerang penisku. Mendapat serangan seperti
itu, aku malah ganti menyerangnya. Aku tumbruk dia, kulumat bibirnya dengan buas.
Tapi tak lama Nancy berbisik, "Mas.. aku udah nggak tahan..."
Sambil berbisik Nancy memegangi penisku dengan maksud menusukannya ke dalam
vaginanya.
Aku minta Nancy menungging, dan aku siap menusukkan penisku yang perkasa. penisku
itu makin tegang ketika menyentuh bibir vagina. Kutusuk masuk senjataku melewati
liang sempit itu.
"Sakit Mas..."
Bandar Qq Online Terpercaya - Dewagalau
Sulitnya masuk liang kawin Nancy, untung saja dindingnya sudah basah sejak tadi
jadi aku tak terlalu ngoyo.
"Nggeh... dikit lagi Ers..."
"Eeehhh... waaa!!"
"Jlub..." 15 centi batang penisku amblas sudah dikenyot liang kawin Nancy. Aku
diamkan sebentar lalu aku kocok-kocok seirama desah nafas.
"Eeehh... terus mass... uhh..."
Gadis itu menggeliat-geliat nikmat. Darah merembes di selakangnya. Entah sadar
atau tidak tangan Nancy meremas-remas payudaranya sendiri.
Lima belas menit penisku bermain petak umpet di vagina Nancy. Rupaya gadis itu
enggan melepaskan penisku. Berulang-ulang kali spermaku muncrat di liang rahimnya.
Merulang-ulang kali Nancy menjerit menandakan bahwa ia berada dipucuk-pucuk
kepuasan tertinggi. Hingga akhirnya Nancy kelelahan dan memilih tidur terlentang
di samping Maya.
Capek sekali rasanya menggarap dua daun muda ini. Aku tak tahu apa mereka menyesal
dengan kejadian malam ini. Yang pasti aku tak menyesal perjakaku hilang di
vagina-vagina mereka. Habisnya puas banget. Setidaknya aku bisa mengobati
kekecewaanku kepada Rere.
Malam makin sepi. Sebelum yang lain pada pulang, aku segera memindahkan tubuh Maya
ke kamarnya lengkap dengan pakaiannya. Begitu juga dengan Nancy. Dan malam ini aku
sibuk bergaya berpura-pura tak tahu-menahu dengan kejadian barusan. Lagipula tak
ada bukti, bekas cipokan di leher Maya sudah memudar.
He.. he.. he.. mereka akan mengira ini hanya mimpi.
0 komentar:
Posting Komentar