Senin, 30 November 2015

Cerita Sex : Istriku Berhubungan Dengan Teman Caturku

 Istriku Berhubungan Dengan Teman Caturku | Agen Poker Online Terpercaya


Seperti halnya umumnya orang lain, setelah selesai Kuliah kemudian cari kerja dan nikah. Demikian pula dengan kehidupan yang kujalani, sejak setamat dari SLTA di Kotaku di Jawa Tengah, aku melanjutkan Kuliah di Bandung di suatu Universitas ternama.

Tahun 1994 adalah tahun kelulusanku dan di tahun itu pula aku diterima di suatu Perusahaan BUMN setelah melalui penyaringan beberapa kali dan sangat ketat. Kehidupan ini kujalani seolah tanpa hambatan, lancar-lancar saja, tidak seperti yang kebanyakan orang bilang bahwa kehidupan ini penuh perjuangan dan sulit untuk mencari kerja. Hal ini pernah aku syukuri bahwa ternyata aku diberikan banyak kemudahan-kemudahan oleh Tuhan didalam mengarungi kehidupan dijaman serba sulit ini.

Karena telah merasa cukup dan sedikit mempunyai kemampuan untuk membina Rumah Tangga maka pada tahun 1995 aku memberanikan diri untuk melamar dan melakukan kesepakatan untuk menikah dengan seorang wanita Cantik idamanku yang sejak semester pertama kuliah aku mengenalnya dan sejak saat itu pula aku bersepakat untuk pacaran.

Sebut saja namanya Erna, gadis asal Jawa Barat dengan kulit putih bersih yang sangat terawat dengan rambut hitam. Hal ini sangatlah wajar karena ditunjang dengan kemampuan materi Orang Tuanya yang sebagai pengusaha. Perbedaan usia hanya satu tahun antara aku dan Erna yang sekarang sudah menjadi istriku, aku lebih tua dan kini usiaku 36 tahun.

Banyak teman-temanku bilang bahwa aku adalah laki-laki yang sangat beruntung bisa beristrikan seorang wanita seperti Erna istriku. Disamping orangnya baik, supel, cantik, padat berisi, kaya lagi. Bulu-bulu halus tumbuh agak lebat dilengannya yang sangat mulus. Pernah seorang teman bilang bahwa “dijalan raya saja banyak kendaraan apalagi diterminal”.

Hal itu memang suatu kenyataan dan merupakan gaya tarik yang sangat luar biasa yang bisa menimbulkan birahi yang menggebu-gebu bila melihat istriku Erna telah melepaskan semua pakaian yang menutupinya, dengan kulit yang putih mulus dan bulu-bulu hitam lebat diantara pangkal kedua belah pahanya yang sangat kontras, sungguh hal ini yang membuat aku semakin tak tahan untuk berpisah lama-lama dengan istriku. Tinggi badan istriku 167 cm dan beratnya saat ini sekitar 53 kg.

Kehidupan rumah tanggaku telah kujalani dengan penuh kebahagiaan selama kurang lebih delapan tahun, apalagi pada tahun ketiga pernikahanku telah lahir seorang anak laki-laki yang tumbuh dengan sehat dan lucu yang kini telah berusia 5 tahun.

Ditambah lagi pada tahun ke-enam pernikahan, kami pindah ke rumah yang kami beli dari hasil jerih payahku sendiri selama ini walau hanya merupakan rumah KPR bertype 45. Kalau dibandingkan dengan rumah mertua sangatlah tidak seimbang dan istriku sangat menyukainya karena segala sesuatunya dialah yang mengaturnya tanpa harus campur tangan orang lain seperti sebelumnya yaitu di rumah orang tuanya.

Dirumah kami inilah awal dari segala perubahan kehidupan yang aku rasakan sangat bahagia menjadi suatu siksaan dan tekanan bathin yang menimpa diriku hingga kini.

Awalnya setelah hampir setahun tinggal dirumah sendiri, istriku berangsur-ansur sudah mempunyai kebebasan, keleluasaan termasuk untuk menyampaikan uneg-unegnya yang selama ini terpendam, yang aku sendiri sebagai suami telah disadarkan bahwa ternyata didalam kehidupan sexual istriku masih banyak ketidak puasan atas sikap dan kemampuanku sebagai seorang suami selama ini.

Memang selama ini aku didalam melakukan hubungan senggama tidak bisa bertahan lama, paling lama mungkin hanya 20 menit itupun kalau aku dalam kondisi fit.

Walau sebelumnya sudah melakukan pemanasan dan aku sering melihat, merasakan bahwa memek istriku sudah basah pertanda adanya rangsangan. Tragisnya bila pemanasan dilakukan terlalu lama maka semakin aku tak tahan untuk berlama-lama. Aku telah berusaha berkali-kali untuk pengaturan waktu agar terjadi kelambatan dan penundaan dalam penyemprotan (ejakulasi), semua itu pasti mengalami kegagalan.

Yang aku rasakan bila sedang berhadapan dengan istriku dalam melakukan senggama adalah gairahku yang menggebu dan kenikmatan-kenikmatan yang tiada tara bila penisku telah kumasukan dalam memeknya, dan berikutnya aku slalu tidak bisa mengendalikan diri lagi sehingga dalam tempo yang singkat pertahananku pasti tak terbendung lagi.

Perlu diketahui bahwa sejak pernikahan hingga kini hampir tiada perubahan atas alat kewanitaan istriku, selalu terasa sempit dan nikmat. Hal ini dimungkinkan karena pada saat melahirkan anakku satu-satunya dengan cara Caesar sehingga secara phisik tidak banyak perubahan.

Aku telah berusaha untuk mengkonsumsi obat-obatan dan sering pula untuk konsultasi ke dokter tetapi hasilnya belum juga adanya hasil dan perubahan yang diharapkan atas daya tahanku. Pada awal-awal pernikahan dulu, aku bisa melakukan senggama berulang-ulang hingga 4 atau 5 ronde dalam semalam dan itupun umumnya yang ke 4 atau ke 5 yang mempunyai daya tahan dan dapat mengimbangi kemauan istriku.

Bandar Ceme Online Terpercaya - Dewagalau

Tapi saat ini dua rondepun sangat sulit aku lakukan, biasanya bila telah mengeluarkan sperma, badanku terasa lunglai dan ngantuk yang amat sangat. Mungkin hal ini akibat berat badanku yang sudah tidak seimbang lagi dengan tinggi badanku dimana perutku sudah membuncit dan sama sekali tidak atletis. Tinggiku 170 cm dan beratku 83 kg.

Sejak masa SLTP aku mempunyai kegemaran atau hobby yang hingga kini masih sering aku lakukan.

Kegemaran tersebut adalah bermain Catur. Kegemaran ini sering aku lakukan dengan orang-orang atau teman pada saat-saat senggang dan sudah merupakan rutinitas hingga kini yaitu pada setiap Jumat malam aku bermain catur dengan seorang tetanggaku yang bernama Usman. Kadang Sabtu malampun bila sama-sama tidak mempunyai acara lain yang lebih penting kami asyik bermain Catur hingga kami betul-betul sudah capek dan suntuk. Sabtu dan minggu kebetulan sama-sama merupakan hari libur buat kami berdua.

Dia kami kenal sejak pindah di perumahan yang kami tinggali saat ini dan Usman ini walau sudah bekerja, mempunyai rumah sendiri dan berusia mendekati angka 33 belum juga menikah. Orangnya tampan dan mempunyai tinggi tidak beda jauh dengan diriku, hanya saja badannya lebih atletis. Disamping mempunyai kegemaran bermain Catur, dia juga mempunyai jadwal rutin untuk bermain tennis. Usman inilah yang akhirnya semakin membuat bathinku menjadi tertekan dan tak berkutik untuk menghadapai gelombang percaturan cinta istriku hingga kini.

Dengan media papan catur ini, hubungan antara keluargaku dengan Usman menjadi akrab dan dekat. Kedekatan yang masih dalam batas wajar-wajar saja, begitupun hubungan antara istriku Erna dengan Usman, masih dalam etika kewajaran tanpa ada sesuatu yang perlu dicurigai. Sudah menjadi kebiasaan istriku, bila kami sedang bermain catur dan anakku sudah lelap tidur, istriku ikut juga menemani sambil memberikan dukungan untuk menyediakan secangkir kopi dan aneka camilan.

Karena sudah terbiasa dan akrab, dalam menemani kami bermain catur, istrikupun dalam berpakaian juga biasa saja yaitu kadang pakai celana pendek ataupun baju tidur dan biasanya istriku hanya mampu menemani hingga jam 12 malam yang selanjutnya berpamitan untuk tidur lebih dulu. Permainan catur ini kami lakukan diruang keluarga dengan ber-alaskan karpet dan kadang dalam menemani kami, istriku menggelar kasur lipat sambil nonton TV.

Aku pernah beberapa kali melihat mata Usman mencuri-curi pandang pada bagian-bagian tubuh indah istriku pada saat menemani kami bermain catur ataupun pada saat istriku sedang tiduran dikasur lipat tapi semua itu aku abaikan. Dan pernah aku rasakan permainan catur Usman sangat tidak bagus dan kurang kosentrasi, dan setelah aku cari tahu penyebabnya ternyata aku melihat bahwa matanya sering terarah ke paha mulus istriku yang saat itu duduk disebelahku.

Inipun aku abaikan bahkan aku merasa bangga mempunyai istri yang memang penuh dengan kekaguman. Tapi suatu Jum”at malam kira-kira enam bulan yang lalu, pada saat permainan catur baru beberapa babak, aku merasakan kantuk yang amat sangat setelah minum kopi yang disediakan istriku dan hal ini kusampaikan pada istriku yang saat itu menemani kami.

“Ma.. Papa kok ngantuk berat yaa..”

“Masak sih.. Papa khan udah minum kopi? Masak masih ngantuk juga..”

Dan berikutnya aku nggak bisa tahan lagi, aku terlelap dan tak ingat apa-apa lagi. Apakah Usman langsung pamitan pulang, akupun tak tahu. Yang aku tahu pagi-pagi aku bangun dalam posisi ditempat tidurku dalam kondisi badan yang sangat segar.

Jum”at malam berikutnya berjalan biasa saja, permainan caturku dengan Usman berakhir hingg jam 3 pagi dan Usman berpamitan untuk pulang. Begitu juga dengan Jum”at malam selanjutnya tanpa ada rasa kantuk tapi Sabtu malam kami bermain catur lagi karena sama-sama tidak mempunyai acara masing-masing dan rasa kantuk menyerang aku lagi sekitar jam masih menunjukan pkl 10.15 malam. Kali ini aku pamitan untuk tidur dan Usman kuanjurkan untuk pulang. Pada saat masih tersisa kesadaran sebelum terlelap, aku sempat istriku berbicara sama seseorang sesaat setelah mengantarku ke
kamar tidur dan kejadian selanjutnya aku tak tahu apa-apa.

Timbul tanda-tanya dan curiga pada diriku, kenapa rasa kantuk begitu tiba-tiba, dan akhirnya aku sempat curiga telah terjadi sesuatu pada istriku apalagi akhir-akhir ini tampilannya tambah seksi dan merias diri. Aku tidak mau sembrono dengan semua ini dan aku tidak mau menyakiti istriku atas kekeliruan akibat kesalah dugaanku yang tanpa bukti.

Maka pada saat menjelang tiba jadwal catur rutinku dengan Usman, aku mempersiapkan diri mengatur strategi agar semua apa yang ada dibalik kecurigaanku bisa terjawabkan. Sekitar jam 7 malam, aku telah mengkonsumsi (minum) obat anti kantuk. Hal ini aku lakukan karena aku telah curiga bahwa didalam minuman kopi yang disediakan istriku telah dicampuri obat tidur.

Permainan catur dimulai sekitar jam 19.30, semua berjalan seperti biasanya. Istriku menemani dengan tampilan terkesan sangat ceria. Kopipun aku minum seperti biasanya tapi hanya seperempat gelas saja. Sekitar jam 10.00 malam, aku merasa sedikit kantuk, dan sesuai strategi dan rencana, aku pura-pura ngantuk sekali dan selanjutnya aku pura-pura tak tahan lagi sehingga istriku memapahku ketempat tidur.

Beberapa saat kemudian, sayup-sayup terdengar istriku melakukan dialog dengan seseorang dan dengan perlahan-lahan aku intip dari lubang kunci, ternyata istriku sedang duduk berhadap-hadapan diantara papan catur dengan Usman. Mereka seolah-olah lagi bermain catur.

Beberapa menit kemudian istriku beranjak menuju kekamar tidurku dan buru-buru aku segera memposisikan diri seolah tertidur lelap. Istriku menggoyang-goyangku seolah mau membangunkanku.

“Pa.. Pa.. gimana nih caturnya? Mau dilanjutin?”

Aku diam seolah pulas sekali dan istriku keluar kamar yang sebelumnya menyelimutiku dan menghidupkan lampu tidur dikamarku.

Sekitar dua menit kemudian, aku mencoba mengintip lagi dari lubang kunci, ternyata papan catur telah ditinggalkan begitu saja. Diantara kerasnya suara TV, aku masih sedikit mendengar bahwa istriku telah melakukan aktifitas, apa itu, akupun belum tahu.

Kemudian aku ambil kursi rias yang ada dikamarku secara perlahan dan kutaruh dekat pintu. Dengan harapan aku bisa melihat aktifitas istriku melalui ventilasi diatas pintu kamarku. Betapa terkejutnya aku, ternyata istriku sedang berpagutan mesra diatas kasur lipat dengan Usman. Badanku secara mendadak menggigil dan mengeluarkan keringat dingin.

Aku bingung dan serba salah, apa yang harus aku lakukan, aku tak tahu. Sejenak aku ingin membuka pintu dan menghentikan tindakan pengkianatan yang dilakukan istriku dan Usman, tapi keberanian itu menjadi padam begitu aku teringat bahwa istriku sering mengeluh atas ketidak mampuanku untuk bertahan lama dalam senggama.

Aku bingung dan kulihat lagi mereka yang ternyata tangan kanan Usman telah menyelinap didalam celana pendek istriku.. Och.. semakin aku tak mampu berbuat apa-apa. Sekilas sempat aku berpikir mungkin perbuatan mereka kali ini bukan yang pertama kali dan semakin aku yakin bahwa selama ini istriku telah sengaja memasukan obat tidur pada kopiku sehingga mereka leluasa untuk bermain catur birahi dan dengan demikian maka tetangga yang lain tak akan pernah curiga.

Usman dengan semangatnya melahap bergantian kedua puting susu dihadapannya dan tangannya telah berhasil memelorotkan celana pendek istriku. Aku hanya termangu menyaksikan aksi mereka berdua yang nampak saling semangat dan saling menyerang. Jantungku semakin berdebar. Sesaat kemudian mereka berdiri sambil melepaskan pakaian masing-masing, sesaat kemudian baik istriku dan Usman telah telanjang bulat.

Kontol Usman telah berdiri kencang dan tegak, diameternya tidak beda jauh dengan punyaku tapi panjangnya mungkin sedikit lebih panjang punya Usman.

Istriku dipepetkan ditembok, mereka saling berciuman dengan ganas sekali, tangan kanan istriku meremas-remas kontol Usman dan tangan kanan Usman menggesek-nggesek memek istriku. Terlihat istriku tidak sabaran, kontolnya Usman diarahkan ke memeknya dengan sedikit kaki kiri istriku diangkat Usman maka masuklah senjata Usman pada memeknya, terlihat istriku memejamkan mata.

“Oooch.. kocok Dik Usman.. kocok..”

Dengan gerakan naik turun, Usman mengocok berulang-ulang dan badan mereka berdua semakin mengkilap karena keringat.

“Cek.. cek.. pleek.. plek.. ceck..”

Sesaat kemudian kocokan Usman berhenti

“Mbak Erna.. enak sekali memeknya.. terasa kenyuut-kenyuut..”

“Kontolmu juga Dik Usman.. gagah perkasa..”

Kemudian gantian kaki kanan istriku diangkat dengan tangan kiri Usman dan kocokan dilanjutkan lagi.

“Och.. ooch.. enak Dik.. teeruuss.. kocok teruuss..”

“Mbak.. aku mau keluar Mbak..”

“Jangan dulu Dik Usman.. jangaann.. akuu masih pingiinn lama-lama Dik”

“Nggak tahaann Mbaak.. aku nggaak tahan.. uenaakk Mbakk..”

Terlihat Usman menghentikan kocokannya dan semakin menekan dalam-dalam kontolnya dalam memek istriku..

“Ma’af Mbak.. aku nggak tahaann.. ma’aaf.. oocchh.. oocchh..”

Istriku memeluk erat-erat tubuh Usman seolah nggak mau dilepas seterusnya..

“Kenapa buru-buru dikeluarin Dik.., aku belum dapet lho..”

“Sabar Mbak.. betul-betul aku nggak tahaann.. wuennaakk buuanget.. memek Mbak hangett sekali dan waouw.. suereett Mbaak..”

Sesaat kemudian terlihat kontol Usman terlepas dari memek istriku dan dibarengi tetesan sperma dari dalam vagina istriku dan istriku mengambil handuk kecil untuk mengeringkan keringat serta membersihkan memeknya.

Oochh hanya segitu kemampuan si Usman (pikirku), aku agak lega ternyata kemampuannya tidak beda jauh dengan kemampuanku. Aku menghela nafas panjang, dan berharap mudah-mudahan istriku menjadi kapok karena tidak terpuaskan oleh Usman dengan begitu pasti tidak akan mengulanginya lagi. Tapi.. kenyataannya lain dari dugaanku..

Usman betul-betul dapat layanan spesial dari istriku, diambilkannya segelas air minum dingin dan diminum bergantian dengan istriku. Sambil bersandar di dinding, kaki Usman diselonjorkan dan istriku mendekati Usman dengan duduk berhadapan diatas pangkuannya

“Mbak.. susunya masih kenceng dan bulu-bulu memek Mbak yang lebat ini (sambil tangan kanan Usman mengelus mesra memek istriku), membuatku ingin tiap malam bertandang kerumah Mbak ini..”

“Sama Dik Usman.. aku sendiri tiap hari rindu sama kontolmu yang ini..”, (sambil tangan kanan istriku mengelus kontol Usman yang masih lunglai)..

Mereka saling kecup dan saling pagut kembali, tangan kiri Usman memeluk punggung istriku dan tangan kanannya mengelus-elus secara bergantian gumpalan bokong istriku yang mulus dan menggairahkan, sesekali jari tengah Usman mengusap memek dan permukaan anus istriku sehingga istriku melakukan gerakan-gerakan berkedut akibat geli-geli nikmat

“Ouuw.. ouucwww.. woouuwww.. geli Dik Usman..”

Tak kalah lihainya, tangan kanan istriku meremas-remas Kontol Usman yang sudah agak mulai mempunyai semangat baru.

Badan Usman bergeser kearah kasur lipat yang sedari tadi belum dimanfaatkan sambil istriku tetap dipangkuannya. Dan sekarang istriku dalam posisi diatas dan masih menunduk karena pagutan yang terlihat mulai panas kembali.

Kedua tangan Usman meremas-remas bongkahan bokong istriku yang semakin lama bergerak berputar-putar tak karuan.

Istriku terlihat mulai bangkit lagi semangatnya yang terpendam akibat belum terpuaskan. Kecupan demi kecupan istriku menjalar dari bibir Usman, ke leher, ke dada dan puting Usman dan terakhir berhenti sejenak mengulum membasahi helm kontol Usman yang sudah berdiri tegak siap perang kembali.

Istriku terlihat sudah nggak tahan begitu melihat kontol Usman tegak menantang, dan segera dituntun untuk dimasukkan kedalam memeknya. Diputar-putar kepala kontolnya di bibir memeknya yang sedikit berlendir dengan tangan kanannya dan sesaat kemudian, blless.., istriku sedikit menjerit histeris.

“Woouuwww.. heehhii.. heehhii..”

Badan istriku sedikit bergetar dan diam sejenak sambil kedua tangannya bertumpu pada dada Usman, sebaliknya kedua tangan Usman meremas-remas buah dada istriku.

Mulanya dengan gerakan sedikit memutar dan kemuadian istriku menaik turunkan pantatnya.

“Teruuss Mbak.. terruuss Mbak.. teerruuss..”

“Kocok Mbak Erna sayang.. kocokk.. putaarr.. dan.. teerruuss..”

“Woouwww.. woouwww.. enakk Dik.. woouwww..”

Sambil sedikit membungkuk, istriku melakukan gerakan tarik tekan berulang-ulang, semakin lama semakin cepat dan beberapa saat kemudian..

“Woouuwww.. woouwww.. aakkuu keluar Dik Usman saayyaanngg..”

Mereka saling berpelukann erat dan pantat istriku masih berdenyuutt kenyuutt menekan-nekan seolah-olah Kontol Usman akan dilahap dimasukkan kedalam memeknya sedalam-dalamnya tanpa sisa..

“Wwoouuwww..”

Napas istriku terlihat tersengal-sengal dan berangsur-angsur menjadi diam tanpa gerakan sedikitpun karena lunglai kenikmatan yang habis diraupnya. Bibir Usman dikecupnya berulang-ulang..

“Terimakasih Dik Usman.. terimaksih.. wuennaakk sekali..”

Usman mulai sedikit melakukan gerakan menaik turunkan kontolnya dimemek istriku perlahan-lahan dan gerakan itu rupanya disambut oleh istriku yang masih ingin mencari kenikmatan-kenikmatan yang sudah lama tidak didapatkan dari aku suaminya.

Dengan posisi sedikit dirubah, istriku bertumpuh dengan kedua lututnya disamping pinggul kiri kanan Usman, istriku mulai memompa dan menggosok-gosokan memeknya pada tiang kemerdekaan Usman.

Perlahan tapi pasti dan semakin lama semakin cepat kocokan-kocokan yang dilakukan mereka berdua. Istriku dengan gerakan angkat tekan dan Usman gerakan tarik dorong keatas sekencang-kencangnya dan itu semua menimbulkan bunyi.

Istriku mulai terpancing lagi dan..

“Zzhh.. woouwww.. zzhh.. woouwww.. zzhh.. woouwww..”

“Terruuss.. yyaa.. teerruuss.. hmemmhh.. yaa..”

Gerakan mereka berdua semakin berpacu.. kencang.. dan keraass seolah mereka mau mengakhiri semuanya dan..

“Aku mau keluar lagi Dik Usman sayaangg.. teerruuss.. teerruuss..”

Mendadak istriku memeluk erat dada Usman, gerakan sama sekali berhenti dan kembali lagi bongkahan pantat istriku berdenyut-denyut menekan-nekan tanda kenikmatan yang tiada tara.

“Mbak Erna.. memeknya semakin licin dan kenyuutt-kennyuutt Mbak”

“Wuenakk Mbak.. kontolku terasa dipijit-pijit.. Mbak Erna sayaang..”

Setelah berhenti melakukan gerakan beberapa saat, istri langsung dibalik oleh Usman sehingga posisinya dibawah. Ternyata Usman belum sampai final. Dengan rakusnya Usman menghisap puting susu istriku yang semakin memerah dan kenceng.

Istriku menggelinjang-nggelinjang ke-enakan dan pantat Usman mulai memompa naik turun.

Gerakan Usman memompa naik turun lama sekali. Kemudian Usman menghentikan kocokannya dan akhirnya kaki kiri istriku diangkat tegak lurus dan ditekan-tekannya kontolnya sekencang-kencangnya.

“Teruuss.. teruuss.. Dik Usman.. teruuss.. dinding rahimku terasa tersundul-sundul.. wuennaakk Dik.. teruuss dikk..”

Usman mengganti kaki kanan istriku yang sekarang diangkat dan tekanan demi tekanan semakin membuat keringat mereka berdua bercucuran.

Dalam hatiku, edan tenan tetanggaku ini. Di satu sisi dia sebagai lawan seru caturku. dan disisi lain ternyata dia menjadi lawan tanding birahi sex istriku. Aku mangaku kalah dalam mengontrol daya tahan tetapi aku tak boleh menyerah.. aku harus bisa.. tapi.. apa mungkin aku bisa. Aku sedari tadi diam tertegun melihat keganasan mereka berdua dan aku hanya bisa meremas-remas kontolku yang basah karena lendir akibat terangsang hebat. Badanku terasa kelu dan kaku karena depresi, tegang dan amarah yang menjadi satu.

Kulihat lagi permainan mereka, dan ternyata kini kedua kaki istriku diangkat dengan cara tangan kiri Usman memegang pergelangan kaki kanan istriku dan sebaliknya tangan kanan Usman memegang pergelangan kaki kiri istriku.

Yang menjadi iri dan aku tertegun, selain Usman masih mengocok kontolnya, kedua kaki istriku dimainkan dengan cara dirapatkan tegak lurus dan kemudian dikangkangkan, begitu terus berulang dan terlihat dari mimik wajah istriku, dia menikmati semua gerakan yang dilakukan oleh Usman.

“Ech.. ouw.. ouw.. yaou.. teruuss.. terruss.. oeii..”

Beberapa menit kemudian gerakan maju mundur Usman semakin kencang dan..

“Mbak.. aku nggak kuat lagi Mbak.. aku keluarin didalam yaa..”

“Nggak papa Dik.. semprotkan semuanya di dalam.. ayoo..”

Dan gerakan Usman mendadak berhenti sambil memeluk kedua kaki istriku, pantatnya semakin ditekankan kedepan dan berkedut-kedut.

“Oochh.. ouch.. creett.. creutt.. cruutt..”

Usman rebah dipelukan istriku.

Minggu, 29 November 2015

Cerita Sex : Sepongan Anak Kandungku Yang Luar Biasa

“Iya sayang. Sini cium dulu”
“Emuach muacch”
“Bye papah”

Kulihat putriku berpamitan dan mencium pipiku. Memasuki mobil dan melewati pagar rumah menuju sekolah. Terasa berbeda saat kecil dulu.

Benar-benar sudah besar putriku. Sudah sma sekarang. Oh.. Iya. Perkenalkan namaku Rudy, ayah dari putriku yang pamit. Umurnya masih 45 tahun. Aku adalah bisnis man yang sudah berkeluarga. Namun, istriku sudah meninggal karena penyakit kanker mendadak. Biasanya jika sedang pengen, aku menyewa wanita. Tapi tetap cinta pada istri dan putriku. Fisikku menonjol dan bertubuh gempal dengan otot di lengan.

Sekarang aku tinggal berdua dengan putriku. Putriku bernama Adinda. Panggil saja Dinda. umurnya 17 tahun dia sudah sma kelas 2. Dia sudah benar-benar besar sekarang. Tumbuh cantik dan semok.

Putriku memakai pakaian selalu sembarangan. Seperti saat tadi pamitan, seragam ketat dan rok spannya menunjukkan kemolekannya. Sungguh penampilan yang sangat nakal. Rambut cepol yang indah, kulit putih bersih, lekuk tubuhnya, dada yang sekal, kaki mulus, dan aroma tubuhnya. Itulah ia saat pergi ke sekolah. Jujur saja pemandangan itu membuatku ngaceng tadi. Dia pamit nunduk sehingga belahan dadanya jelas sekali terlihat.

Saat di rumah pun pakaiannya sembarangan. Mungkin ia berpikir rumah sepi tapi aku ayahnya, ayah kandungnya. Gimana kalo aku nafsu sama dia. sadar rud dia anakmu . Penampilan sehari-harinya sering kujadikan tontonan. Bagaimana tidak gumpalan dada yang bergoyang dan lenggokan paha pantat semok yang sering dia tunjukkan.

Tapi, sepertinya dia cuek saja diperhatikan malah semakin mancing. Kehidupan di sekolahnya yang nakal tak bisa kubayangkan bersama teman lakinya. Benar-benar putriku ini sudah berubah menjadi jelita. Layaknya seorang pria, jika Dinda mendekat denganku gimana aku bisa tahan.

Dekat dengan tubuh cantik, putih, bening, mulus, semok, dan nakal. Dan biasanya setelah berdekatan dengannya biasanya kuakhiri dengan senam 5 jari dengan sabun di kamar mandi. Kukocok kontolku sambil membayangkan setiap godaan yang ia berikan. Aku membayangkan dikocok oleh tangan putriku ohh… Tangan lentik mulus itu dikocok saja pasti enak banget. Hingga impianku terwujud…

Sore itu, di hari yang sama aku sedang santai di sofa empukku. Pikiranku sangat suntuk dan pusing. Aku jadi mengantuk. Tapi tiba-tiba suara mobil datang di garasiku.

Aku langsung mengeceknya. Sebuah mobil mercy milikku parkir dan Adinda cantik jelita keluar dari mobil itu. Dengan manis ia melenggak-lenggok seksi menuju ke arahku.

“Aku pulang pah” ujarnya halus

“Eh Dinda, cantik banget kamu hari ini”

“Bisa aja papah”

“Aku masuk ya pah”

Dinda masuk dan pergi ke kamarnya. Kembali dengan dada yang lompat-lompat kulihat. Ugh ngaceng lagi aku bisa bahaya. Penisku kembali ngaceng melihat seragam mininya. Aku takut pikiranku khilaf, akupun balik ke sofa nonton tv lagi.

Saat menonton tv,

Jklek…. Kriett pintu kamar Dinda terbuka.

Kulihat Dinda dari kejauhan. Dia sudah mengganti bajunya.

Dari sana muncul putri manisku dengan baju yang sama setiap hari. Tanktop tipis yang sekarang warna pink dan Hotpants jeans cerah yang ketat. Sekarang aku tidak bisa mengalihkan pandanganku. Otongku sudah berontak ingin dikeluarkan. Toket kenyal itu seperti menantangku. Paha putih mulusnya membuat aku ingin menggesekkan penisku disana.

Ahh… Dinda ditambah wajah cantiknya. Aku ingin sekali crot di muka manisnya dan memfacial lalu memberi tahu bahwa ia cantik sekali. Pipi tembem dan bibir tipis seksi. Pemandangan di depanku membuat aku bengong dan tak sadar Dinda menyadarinya.

“Pah, kok bengong? Liatin apa hayo?” Aduh dia malah menggodaku.

Tahu bahwa penisku sudah ngaceng apa dia mau bertanggung jawab membuatku crot nanti?

Dia bolak-balik ke sana kemari di depanku seolah ingin menggodaku. Tentu saja aku memperhatikannya dan otongku sudah semakin berontak melihat tingkahnya

“Kamu tuh ya udah tumbuh jadi cantik jelita. Nafsuin papah” kacau juga omonganku langsung melantur.

“Iya dong kan gak selamanya kecil” dia menggodaku lagi dan berjalan ke arah sofa yang kududuki dan duduk di sampingku.

Aroma itu lagi, aduh harum banget Din kaya bau memek. Bisa ngaceng berat aku sama anak sma.

“Papah nafsu sama aku? Emang Dinda kenapa sih pah kok bisa nafsu” dia merayuku lebih dan lebih lagi.
Sekarang aku benar-benar ingin menerkamnya. Seolah memancing aku menjawab saja terus terang.

“Itu loh dibawah muka cantik jelita kamu” kubilang sambil menunjukkan ke arah payudaranya.
“Yang mana pah? Ini?” Dinda menjawab dengan kepala mendongak ke atas menunjukan lehernya.

Dengan begini saja kelihatan kulit halusnya di leher. Juga menampakan dadanya lebih luas. Tentu aku bengong.

“Pah, kok bengong sih? Yang ini bukan?” Dinda melambaikan tangan di depan mataku. Aku tersadar dan menjawab

“Eh.. Dinda nafsuin banget baru kayak gitu.” Kujawab dengan lantang karena telah dipancing olehnya

“Jadi yang mana pah?” Dia menyilangkan tangan di dada dan muka sok imut penasaran.

Duh tau rasa kamu Dinda kalo papah crot di mukamu

“Bawah leher kamu. Yang bulat bulat putih kenyal itu.” Kujawab

“Ohh ini pah. Papah mau nih.” Katanya sambil mengoyangkan payudaranya di depanku.

“Eh Dinda kamu kan anak papah” aku terbata-bata pura2 menolak padahal mau.

“Udah pah sini aku jepit muka papah di teteku mau?” Kata Dinda menekan payudaranya saling mendekat.

“Kasian loh pah yang dibawah udah pusing sinih keluarin sama aku” katanya menunjuk dan meletakkan tangan di atas kontolku sambil mengocok dari luar

Karena ulahnya tadi, Aku hanya bisa terdiam dan menikmati permainannya. Aku tidak bisa melawan nafsuku lagi. Dinda bersimpuh dan tersenyum. Ugh ekspresinya. Dia membuka retsleting celanaku pelan-pelan. Lalu membuka celana dalamku.

Melihatnya seperti itu aku membantunya. Tuing… Kontolku melompat keluar di depan mukanya. Dia kaget karena tiba2 melompat. Lalu melihat ukurannya dan bingung. Kepala penisku yang sudah ngaceng berat dilihatnya baik2 dan menatap seluruh sisinya. Dia tampak kebingungan dan bertanya.

“Ini kemaluan laki2 pah? Tanyanya

“Sshh.. Iya sayang” aku mendesah kenikmatan baru dipegang saja

“Gede banget pah, aku takut.” Dinda dengan muka menggemaskannya membuatku nggak tahan.

“Papah genit ya masa mau kontolin aku pake titit besar papah” Katanya sambil memegang belom dikocok. Akhh…. Nikmatnya kulit anakku dan jari lentiknya

“Ah.. Dinda jangan gitu dong nanti ayah crot nih” kujawab sambil berdiri

Sekarang aku mengontoli anakku. Kukena2kan kontolku di mukanya dan menggeseknya. Rasanya nikmat sekali. Itu aku belom dikocok sama sekali sudah ingin crot.

“Pah, duduk lagi deh aku mau ngukur adek kecil ini.” Dinda menyuruhku duduk. Ia kembali bersimpuh.

Apa yang dia lakukan? Dinda menaruh penisku di samping wajah mulusnya. Penisku hampir sama panjang dengan wajahnya. Wajahnya halus sekali pipi tembem membuat penisku berkedut dan ingin keluar.

Ditambah senyum manisnya. Ukhh… Sebentar lagi aku keluar. Anak sma dapat membuatku keluar cepat. Dasar anak sma jaman sekarang nafsuin banget.

Melihat kontolku yang sudah berkedut dia langsung memgang kontolku dan mengocoknya.

“Dinda kocok yah” katanya sambil mengocok. Nikmatnya Dinda. Rasanya seperti terbang ke langit. Jari lentiknya benar-benar mengocok penisku kali ini.

Sungguh nikmat sekali jarinya. Dia mengelus pelan dan membelai membuatku menggelinjang hebat keenakan. Kalau terus seperti ini aku bisa cepat keluar. Ah.. Aku ingin keluar

“Aahhh… Dinda udahan dong ah papa mau keluar inih” kataku meracau karena kenikmatan kocokannya.

Dia belum sama sekali memainkan mulutnya aku sudah ingin keluar.

“Papa gitu aja masa udah keluar” katanya mengeluh menambah gemas.

“Ahh… Dinda mukamu cantik dan manis sekali. Papa keluar sayang.” Kataku ingin keluar. Dan ohh yess….

“Pah jangan keluar dulu” kata Dinda. Apa boleh buat. Sperma ku sudah siap mengguyur mukanya tanpa berhasil ia hindari.

Crrrrotttt…crrrotttt….crottt…..

Penisku berkedut dan menembakan peju tepat di mukanya. 6 tembakan telak di wajah cantiknya. Aku memfacial anakku sendiri.

Rasanya sangat lega karena akhirnya aku mewujudkan impian crot di wajah mulusnya dan memberikan facial awet muda gratis. Sejauh ini semprotan yang tadi adalah semprotan terdahsyatku.

“Ah… Papah.. Liat nih mukaku penuh peju. Papah nyemprot banyak banget lengket nih pah.” Teriaknya mengeluh menambah kecantikannya.

“Aku belum masukin kontol papa di mulut aku masa udah keluar aja.” Katanya sambil menunjuk mulutnya.

“Kamu hebat sayang. Bikin crot papah cuma dengan muka dan tangan tanpa toket besarmu dan mulutmu.” Aku memujinya. Memang ia membuatku crot tanpa toket dan asetnya.

Baru pertama kali ini aku hanya dikocok udah crot seperti ini. Tanpa pertunjukan apapun dari keduanya. Aku tidak bisa membayangkan jika asetnya bermain denganku pasti enaknya bukan main.

“Gimana pah sudah puas kan dedek kecilnya?” Tanyanya sambil memegang penisku. Masih saja menggodaku setelah aku crot.

“Udah ya sayang lemas nih papah, besok lanjutkan papa titfuck habis kamu.” Kataku menghukumnya.

“Papa ngomongin titfuck, dikocok aja udah crot kelojotan” katanya meledek

“Ini kan karena ekspresi menggemaskanmu sama kulitmu yang halus.

Tangan kamu juga lentik Dinda makanya papah crot seperti ini.” Kataku beralasan

“Pah ambilin tissue” kata Dinda memotong

“Gausah anggep aja facial gratis dari papah. Awet mudah loh sayang tambah cantik.” Kataku meledeknya.

Bandar Blackjack Online Terpercaya - Dewagalau

“Ihh.. Sebel yaudah deh aku ke kamar yah pah” uh.. muka menggemaskannya sambil senyum2 lagi.
“Udah ya dedek tidur lagi besok main lagi sama Dinda.” Katanya sambil menunduk mengelus kemaluanku.

Ini seperti lampu hijau untukku. Apa ini berarti aku bisa meng-exe anakku. Putriku ini sudah bertumbuh menjadi sosok yang menggairahkan. Aku tak sabar memetik pertumbuhannya. Toket bulatnya selalu membayangi pikiranku.

Bagaimana jadinya jika dijepit disana. Tanpa toket dan vaginanya saja sudah crot. Berikutnya pasti akan ku hukum tetenya dengan memasukan kontol besarku di sela-selanya.

Setelah kejadian kemarin, aku semakin berani dengan putriku. Aku mulai berani onani di depannya. Sekarang putri cantikku sudah menjadi milikku sepenuhnya. Namun masih banyak fantasi yang belum terpenuhi dengannya.

Di pagi hari, seperti biasa ia bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Sekarang setiap pagi aku pergi ke kamarnya dan mengecupnya. Aku juga mendapatkan sedikit kocokan sebelum dia pergi.

“Papah udah dong Dinda mau berangkat nanti telat” katanya halus sambil menghentikan kecupanku
“Iya sayang, habis kamu manis banget sih” jawabku menghentikan apa yg kulakukan

“Yaudah berangkat gih hati2 di sekolah digodain cowok hidung belang” kataku menggoda
“Ih.. Nakal enggaklah pah emang papah”

Dinda masuk ke mobil dan menuju ke sekolah. Kembali lagi aku bosan dan menonton tv di sofa sambil menunggu kucuran uang. Bosan di rumah dan penat sudah kebiasaan sehari-hari. Aku sangat kesepian. Bahkan jika aku sangat bosan, aku nongkrong di kafe menunggu Dinda pulang.

Sore ini, Dinda akhirnya pulang. Seperti biasa masih tampak cantik dan manis setelah sekolah seharian. Dia menghampiriku dan memelukku. Nakal sekali dia sudah mulai berani.

“Papa.. Gimana di rumah? Bosen ya gaada aku?” Katanya menggodaku

“Iya sayang gaada yang bisa dimainin” kataku sekenanya sekalian membalas godaannya

“Yaudah ya pah aku masuk” Pantatnya melenggak-lenggok saat berjalan. Sungguh indahnya pantat itu.

Seperti kejadian kemarin, aku terkejut lagi melihat ia setelah berganti baju. Sekarang dia memakai kaos transparan dan hotpants ketat sehari-harinya.

Di balik kaos itu terlihat jelas bhnya yg tak mampu menahan toket indah itu. Paha mulusnya juga sama seperti kemarin sungguh putih mulus dan berukuran pas. Otongku berontak lagi kali ini.

“Hei sayang makin cantik aja nih” kataku

“Papa.. Genit ya” katanya menuju ruang makan mengambil makan siang

Aku menghampirinya dan menciumnya dari atas hingga lehernya. Kujelajahi bagian atas tubuhnya saat ia mengambil makan di meja.

“Ah.. Pah Dinda laper mau makan dulu lanjut nanti yah.” Senyum manisnya sungguh membekukanku.

Seketika aku tidak tahan. Aku langsung mengangkat tubuhnya dan meletakan di atas sofa.

“Nakal banget kamu.. Mau kena semprot pejuh papa ya? Senyumanmu itu bikin tambah keras” nafasku semakin memburu menandakan birahi yang tidak terkendali

“Papa lucu banget baru disenyumin udah diangkat ke sini” Dinda malah menggodaku lagi.

Langsung saja kukeluarkan penisku dan Tuing… Penisku keluar dengan bebasnya melompat di depan mukanya.

“Iih.. Papah udah nafsu banget yah sama Dinda? Lucu tuh nunjuk2 aku gemes aku ngeliatnya” katanya. What? Gemes? Ambil saja Dinda makan saja papa rela.
“Sekali keluar aja yah pah? Aku mau makan nih” katanya

Setelah itu dia langsung memegang kontolku. Tangan halusnya lagi-lagi tidak bisa kutahan rasa nikmatnya.

Dia kocok perlahan-lahan penisku. Wajah cantiknya menatapku sambil tersenyum. Ditambah pemandangan di bawah wajahnya yang belum pernah kucicipi. Dia mengocoknya dengan halus sekali. Membelainya dengan manis.

Aku semakin meracau dan tidak karuan. Dan tiba-tiba Dinda menawarkan sesuatu yang membuatku ingin meledak

“Pa, Mau gak penis papah aku sepongin? Aku masukin mulut pah?” Duarr! Seketika aku kaget mendengar pertanyaannya.

Tentu saja ya. Belaian tangannya aja sudah sehalus ini apalagi mulutnya. Aku langsung mengangguk tanda setuju.

“Oke pah siap2 ya.” Katanya membuatku penasaran.

Dan HAP penisku dilahap. Namun tidak semuanya karena tidak muat di mulut mungilnya. Rasanya tidak tergambarkan. Penisku semakin keras dan ingin keluar di dalemnya. Rasa mulutnya seperti memek. Sungguh mungil dan hangat sekali. Seperti disedot-sedot. Sungguh menggemaskan. Ditambah dengan muka manisnya yang senyum-senyum lagi padaku.

“Sshh yah begitu Dinda. Enak banget mulutmu kayak memek perawan. Ahh… Diurut-urut asiknya.” Kataku mengerang nikmat

Sekarang ia mengisap dan menyedotnya. Kini lebih nikmat lagi. Penisku benar-benar seperti diurut dalam kehangatan. Dia memaju mundurkan mulutnya ke kontolku. Melumat halus kontolku. Sungguh aku sangat keenakan saat itu.

Tubuhku sampai menggelinjang. Setelah itu, dia menyedot kontolku sampai ke bagian tenggorokannya. Lebih dan lebih enak lagi kurasakan tambah hangat. Mukanya yang sengsara itu menggemaskan sekali. Aku mencubit muka mulus itu sambil mencium.

Tak lama setelah itu, aku ingin keluar. Wajar saja mulutnya yg seksi ditambah sempitnya membuatku tak tahan. Urutan di kontolku, kehangatan yang diberikan, dan kelunakan mulutnya membuatku berada di titik puncak kenikmatan. Ahh.. Aku ingin crot..

“Dinda terusin Dinda papa bentar lagi keluar. Papa keluarin di mulut yah.” Kataku.

Dinda masih mengocoknya

“Hkggkkh kghhkhhkk.” Katanya tidak jelas karena tersumpel kontolku. Ternyata ia menolak dan menarik kepalanya. Tapi apa boleh buat spermaku sudah di ujung. Dan langsung menyembur
Crott…crrrroottt…crotttt…..crottt

Pejuhku menembak 6 kali di mulutnya. Bertubi- tubi mulutnya tersemprot pejuhku. Sejauh ini tembakan terbanyakku. Pejuhku menyemprot hingga ke sofa. Dia hanya bisa bersabar menunggu. Wajah cantiknya masih menghiasi.

Lalu selesailah penisku menyemprotnya dan ia langsung mengeluh manja padaku. Dia muntahksn seluruh air mani yang kusemprotkan

“Iihhh… Papa apa2an sih. Jorok tau aku kan pengen makan. Keenakan sih papahnya.

Banyak banget nih lengket2 jijik.” Katanya manja. Ekspresinya itu sungguh menenangkan. Dengan santai aku menjawab.

“Kamunya sih cantik banget. Mulutnya kayak memek perawan bikin crot.” Kataku

“Ihh nakal kan aku kan anak papa” kata Dinda

“Udah puas papa? Udah kan? Sekarang aku mau makan. Udah ya dedek kecil Dinda nya mau makan” sambungnya sambil membelai halus penisku dan memasukan ke dalam celananya.

Dia langsung menuju kamar mandi dan menyikat gigi. Karena ia ingin makan. Keluar dari kamar mandi seperti biasa. Seperti melihat pemandangan. Aset depan belakangny sangat menonjol.

“Pah kok bengong? Udah. Dinda pengen makan” katanya centil merayuku.

“Ehh enak aja siapa juga yang bengong” kataku pura2 jual mahal.

Pantatnya lagi-lagi melenggak-lenggok saat dia meninggalkanku. Aku bengong dan terbelalak melihat pantat itu saat ia berjalan. Dari depan ia tersenyum ke belakang ke arahku. Ugghff.. Tatapannya. Satu lagi impianku yang terwujud hari ini.

Disepongin oleh Dinda. Masih ada impian busuk seorang ayah milikku kepada seorang putri yang ingin aku wujudkan di hari yang akan datang. Sekali lagi, lampu hijau buatku.

Jumat, 27 November 2015

Cerita Sex : Guru Yang Luar Biasa Dan Memuaskan

Guru Yang Luar Biasa Dan Memuaskan | Agen Poker Online Terpercaya


Theo terkejut ketika membaca 2 kalimat singkat pada sepotong kertas yang terselip di antara hasil test murid-muridnya…“Saya ingin punya cowok yang seperti Bapak, jantan! Apalagi kumis Bapak yang tebal itu, menggemaskan”.Setelah membacanya, ia menarik nafas panjang beberapa kali.

Ia menduga bahwa potongan kertas itu terselip di kertas test muridnya yang nakal, Debby. Lalu ia memutuskan untuk merobek kertas itu. Ia tak ingin istrinya menemukan dan membaca kertas itu.Tanpa disadarinya, pikiran Theo menerawang ke beberapa ‘peristiwa menyenangkan’ ketika ia mengajarkan mata pelajaran matematika di kelas 2B.

Kelas itu menjadi berbeda daripada kelas-kelas lainnya karena di kelas itu ada Debby yang cantik, berhidung bangir, berkulit kuning bersih, dan selalu duduk di kursi barisan paling depan.

Kursi itu berjarak kira-kira 2 meter dari meja guru dan persis berhadap-hadapan.Debby menjadi murid yang ‘istimewa’ karena bila sedang latihan mengerjakan soal, lututnya selalu agak renggang. Dari mejanya, Theo dapat memandang celah di antara kedua lutut itu.

Dan karena murid-murid lainnya sedang sibuk mengerjakan soal masing-masing dengan kepala tertunduk, maka Theo merasa bebas menatap pemandangan indah di depannya.

Pertama kali, Theo merasa bahwa hal itu hanya sebuah ketidaksengajaan. Murid yang istimewa itu mungkin terlalu asyik dan serius mengerjakan soal latihan sehingga tidak menyadari posisi duduknya yang menggairahkan birahi lelaki.

Sesekali kedua lutut itu dirapatkan, tapi tak lama kemudian terbuka kembali.Ia jadi terlena menatap keindahan paha dan kecantikan wajah gadis remaja yang duduk di depannya. Dan tak sengaja, ia melihat senyum kecil di sudut bibir gadis itu ketika memergoki arah tatapan matanya. Saat itu, ia langsung mengalihkan pandangan ke sekeliling ruang kelas.

Tapi tak lama kemudian, seperti dihipnotis, pandangannya beralih kembali ke tempat semula. Ternyata kedua lutut itu terbuka semakin renggang hingga ia dapat melihat kemulusan paha bagian dalamnya.Theo tak mampu mengalihkan matanya ketika muridnya itu kembali mengangkat wajahnya. Sesaat, tatapan mata mereka berbenturan. Lalu keduanya tersenyum.

Tak lama kemudian, kedua lutut itu semakin direnggangkan hingga ia terpana menatap segaris celana dalam berwarna putih. Barulah disadarinya bahwa paha itu memang sengaja direnggangkan agar ia dapat memandang keindahan yang tersembunyi di balik rok seragam berwarna abu-abu itu.

Pada kesempatan lain, Theo hanyut ke dalam fantasinya sendiri. Seandainya mungkin, ia ingin menghampiri dan melihat keindahan itu lebih dekat lagi. Ia ingin mengusap kemulusan paha itu dan mengecup pori-porinya berulang kali. Ia ingin mencicipi kehalusan kulit paha itu dengan ujung lidahnya.

Lalu ia akan mengecup dan sesekali menjilat, mulai dari lutut hingga ke pangkal paha. Ia juga ingin menyusupkan telapak tangannya ke bawah rok gadis remaja itu agar dapat meremas bongkah pinggul yang pasti masih kenyal.

Dan yang paling penting, ia ingin menyibak secarik kain tipis penutup pangkal paha gadis itu agar ia dapat menghirup aroma semerbak yang tersembunyi di situ.

Aroma seorang gadis belia pasti sangat segar, katanya dalam hati. Aroma yang membius! Aroma yang membuat ia tak berdaya! Lalu ia akan menghirup aroma itu dalam-dalam. Setelah aroma itu memenuhi rongga dadanya, ia akan mencium dan menjilat-jilat kelembutan bibir vagina yang segar itu.

Lidahnya akan menari-nari dengan liar agar kedua belah paha mulus itu ‘menggunting’ lehernya sehingga lidahnya terperangkap dalam liang vagina yang basah. Setelah melipat lidahnya seperti bentuk sekop, akan dihisapnya semua lendir yang tersembunyi di bibir dalam dan dinding vagina itu.

Akhirnya, ia akan meremas-remas bongkahan pinggul kenyal itu sambil membiarkan lidahnya merasakan denyutan-denyutan vagina seorang gadis remaja yang sedang mencapai puncak orgasmenya.

Kira-kira seminggu setelah menyuguhi pemandangan indah di pangkal pahanya, tiba-tiba Debby berjalan menghampiri Theo. Saat itu bel jam istirahat telah berbunyi. Gadis itu sengaja keluar paling akhir dari ruang kelas.

“Ini untuk Bapak!” katanya sambil meletakkan sepotong kertas di atas meja, lalu melangkah terburu-buru meninggalkan ruang kelas.

Theo membaca tulisan di kertas itu,

‘Coba tebak, besok Debby pakai CD warna apa?’. Dan di bawah tulisan itu ada nomor HP.

Setelah merenung sejenak, Theo memasukkan nomor HP itu ke dalam memory HP-nya. Sejenak ia ragu mengirimkan SMS untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi ada bisikan di lubuk hatinya, ‘Ini hanya sebuah game, tak salah untuk dicoba.’ Dan kemudian ia menuliskan satu kata, ‘Pink.’Kira-kira semenit kemudian, HP Theo berbunyi. Ia membaca SMS yang masuk, ‘Salah.’ Lalu dibalasnya, ‘Biru muda.’ Tak lama kemudian, masuk jawaban, ‘Salah!’. Dibalasnya lagi dengan, ‘Putih!’. Jawabannya, ‘Masih salah!’.

Setelah merenung sejenak, Theo membalas, ‘Hitam.’ Lalu ia menerima balasan, ‘Ayo, itu CD siapa? Debby nggak punya CD warna hitam!’.Theo tersipu. Lalu ia menulis SMS yang agak panjang, ‘Nyerah deh.

Yg pernah aku lihat hanya: putih, pink, dan biru muda. 2 hr y.l aku nggak bisa melihatnya krn pahamu kurang terbuka!’ Dan ia pun menerima jawaban yang agak panjang, ‘Jadi Bpk ingin bsk Debby pakai warna apa?’ Merasa game yang mereka mainkan telah meningkat panas dan mesra, dengan berani Theo menulis, ‘Jgn pakai!!’ Dan setelah SMS itu dikirimkan, hingga menjelang tidur malam harinya ia tidak mendapat balasan.

Mungkin ia marah dan tersinggung, pikir Theo.Keesokan harinya, jantung Theo berdebar-debar ketika berada di ruang kelas. Setelah menjelaskan beberapa contoh soal, ia melangkah berkeliling di antara kursi murid-muridnya.

Ia berbuat demikian agar tak sempat bertatap mata dengan gadis remaja yang nakal itu. Tapi ketika sedang melangkah di sebelah kiri kursi Debby, gadis itu sengaja menjatuhkan pensilnya ke lantai persis di depan kursinya.

Tanpa sadar, dengan refleks ia berhenti lalu menunduk memungut pensil itu. Dan ketika menengadah, tiba-tiba wajahnya merona merah. Walau hanya sesaat, dilihatnya gadis itu sengaja mengangkangkan kedua pahanya lebar-lebar, lalu dengan cepat dirapatkan kembali. Memang hanya dalam hitungan detik, tetapi ia sempat melihat pangkal paha itu dari jarak yang sangat dekat. Di pangkal paha itu ada setumpuk kecil bulu-bulu ikal berwarna hitam.

Bukan hitam pekat, tetapi hitam kecokelat-cokelatan karena bercampur dengan bulu-bulu halus, lurus, dan masih pendek. Bulu-bulu yang baru tumbuh!Setelah berdiri kembali dan berhasil menguasai dirinya, Theo menatap ke sekeliling ruang kelas.

Tak terlihat ada tanda-tanda bahwa murid-murid lainnya mengetahui peristiwa itu. Lalu dengan suara tegas berwibawa, ia berkata..

“Kerjakan latihan soal nomor 1 dan 2.”Sore itu, ketika baru saja menutup pintu mobilnya, HP Theo berbunyi.

Ia terpana ketika membaca nama yang muncul, Debby.

“Ya, ada apa Debby?”
“Bapak marah ya?! Kenapa setelah mengambil pensil Debby dari lantai Bapak tidak duduk kembali di kursi Bapak.

Padahal hari ini Debby sengaja tidak pakai CD agar Bapak bisa memandanginya!”Lidah Theo tiba-tiba terasa kelu. Gila, katanya dalam hati. Si Debby ini bicara to the point.

Berkesan vulgar. Menantang. Gadis itu seolah tak peduli, atau memang tak mau peduli efek dari kalimat-kalimat nakal yang diucapkannya.

“Aku tidak marah! Aku sedang memikirkan apakah aku masih akan mendapatkan kesempatan memandang pangkal pahamu dari jarak sedekat itu.” kata Theo setelah memutuskan untuk ‘masuk’ ke game yang lebih dalam lagi.Hanya orang bodoh yang menolakmu, katanya dalam hati.

Bahkan kamu bisa membuat semua lelaki menjadi bodoh dan tak berani membantah keinginanmu. Lelaki mana yang berani menolak keinginan seorang gadis remaja yang cantik dan seksi seperti kamu? Lelaki mana yang akan membantahmu bila kau janjikan akan mendapatkan hadiah berupa sepasang paha ramping dan panjang yang akan membelit pinggangnya?”Bapak suka?”

“Suka banget! Apalagi kalau boleh dicium!”

“Bapak mau mencium paha Debby?”

“Mau! Paha dan pangkalnya ya!”

“Ha?!”

“Apa vagina Debby belum pernah dicium?”Sejenak tak ada jawaban.

Theo pun sempat ragu-ragu untuk melanjutkan. Apakah mungkin si Debby yang vulgar dan nakal itu masih virgin? Belum pernah merasakan lidah lelaki menjilat-jilat bibir vaginanya, mengisap-isap klitorisnya? Apakah mungkin ia belum pernah menggosok-gosokkan dan menghentak-hentakkan celah vagina di bibir dan hidung seorang lelaki? Kalau belum, mengapa ia mengatakan suka pada kumisku?, tanya Theo dalam hati.Rasa penasaran membangkitkan gairah kejantanannya.

Bandar Blackjack Online Terpercaya - Dewagalau

Bagian bawah pusarnya mulai tegang ketika membayangkan keindahan bulu-bulu di sekitar vagina itu. Bulu-bulu yang dapat ia tatap sepuas hatinya.

Tidak hanya pandangan sekilas seperti ketika ia memungut pensil dari depan kursi gadis belia itu. Bulu-bulu halus yang masih pendek, yang membuat ia gemas ingin menarikinya dengan bibirnya. Menggelitiknya dengan kumisnya yang kasar. Gelitikan yang membuat pinggul itu mengelinjang. Lalu ia akan menjilatnya.

Dan karena tak sabar, gadis itu akhirnya menarik kepalanya agar ia mencium dan menjilati bibir vagina yang mungil itu. Ini kesempatan emas yang mungkin terjadi hanya sekali seumur hidup, atau tidak akan pernah terjadi sama sekali! Take it or leave it, katanya dalam hati.

“Hallo Debby!”

“Kalau dicium di situ belum pernah. Kalau dahi dan pipi sering, dicium Papa.”

“Terserah Debby deh. Aku akan menurut saja. Kalau hanya boleh memandang saja, aku suka. Kalu diijinkan mencium, aku pun suka. Dilarang, aku pun akan patuh.”

“Kalau suka, Debby akan mengijinkan Bapak memandangnya lagi dari jarak dekat!”

“Kapan?”

“Mau sekarang?”

“Hah?!”

“Debby sekarang ada di Mall Arion. Bapak jemput Debby ya. Jangan parkir. Masuk ke halaman mall dan melewati pintu depan. Debby sekarang berdiri di situ, buruan ya!”

“OK!”Theo tersenyum sambil melirik Debby yang duduk di sebelahnya.

Secara material, walau hanya seorang guru matematika, ia tidak kekurangan. Ia berasal dari keluarga yang berkecukupan. Ia memiliki rumah dan mobil sedan yang baik pemberian orangtuanya. Ia mencintai matematika dan ingin mengajarkannya kepada orang lain.

Cita-citanya hanya ingin membuat matematika menjadi sebuah ilmu yang mudah untuk dimengerti. Sikapnya yang sabar ketika mengajar membuat ia disukai murid-muridnya. Ia memang tidak ingin diarahkan orangtuanya menjadi seorang pengusaha seperti yang dialami adiknya.

“Kita ke mana?” tanya Theo memecah keheningan.

“Ke rumah Debby saja. Di rumah Debby hanya ada pembantu. Papa dan Mama sedang ke Singapore.”

“Karena sekarang tidak sedang di kelas, sebaiknya panggil langsung nama, jangan pakai Pak.”
“Benar? Nggak marah?”
“Benar! Walau perbedaan usia di antara kita mencolok, bukan berarti kita harus membuat sekat pemisah.

Sekat seperti itu sangat membatasi ruang dan gerak. Secara formal, kadang-kadang sekat seperti itu memang diperlukan untuk menjaga jarak karena kita terikat pada norma dan etika. Kalau informal, sekat-sekat itu tak diperlukan karena akan membatasi seseorang dalam mengekspresikan dirinya. Setuju?” Debby tertawa kecil mendengar uraian Theo.

“Kayak menjelaskan rumus matematika saja!” komentarnya.

Ternyata gadis remaja itu tinggal di sebuah rumah besar dan mewah. Debby menggandeng tangan Theo menuju ruang keluarga yang terletak di bagian tengah, lalu menghilang di balik salah satu pintu setelah aku menghempaskan pantat di atas sebuah sofa besar dan empuk.

Tak lama kemudian, seorang pembantu datang meletakkan segelas minuman ringan di hadapanku dan kemudian dengan terburu-buru menghilang kembali ke arah belakang.

Sambil menunggu, Theo melayangkan pandangan ke sekeliling ruangan. Semua furniture di ruangan itu tertata rapi dan bersih. Pada sebuah dinding, tergantung lukisan berukuran kira-kira 1 x 1 meter. Lukisan seorang anak perempuan kira-kira berumur 7 tahun yang berdiri diapit oleh ayah dan ibunya. Anak itu sedang tersenyum lugu.

Rambutnya berponi. Lucu. Itu pasti Debby dan kedua orangtuanya, kata Theo dalam hati.Kurang lebih 15 menit kemudian, Theo terhenyak.

Gadis remaja itu berdiri di hadapannya dengan gaun tipis berwarna putih yang ujung bagian bawahnya tergantung kira-kira sejengkal di atas lutut. Gaun tanpa lengan. Hanya dua utas tali di bahu kiri dan kanan yang mengikat gaun itu agar tetap tergantung menutupi tubuh pemiliknya. Cantik. Seksi.

Mempesona. Rambutnya lurus sebahu. Tingginya yang kira-kira 165 cm membuat ia tampak anggun. Tonjolan dadanya proporsional. Gaun tipis itu seolah menebarkan sejuta misteri yang memaksa mata lelaki menatap tak berkedip untuk mengungkap rahasia lekuk-lekuk tubuh yang tersembunyi di baliknya.

Bagian bawah gaunnya yang lebar dan berenda seolah menjanjikan telaga birahi yang akan menyeret lelaki menyelam dalam sejuta fantasi.”Debby, kau cantik sekali,” kata Theo memuji. Pujian jujur yang keluar dari lubuk hatinya.

Debby tersenyum. Selama ini belum pernah ada lelaki yang memujinya seperti itu. Ia senang mendengar pujian itu. Ia pun sangat senang karena sebelumnya tak pernah melihat guru matematikanya itu terpesona menatapnya. Ia pun belum pernah melihat tajamnya sorot mata lelaki yang terpesona menatap. Dengan sikap feminin, ia duduk di sebelah kiri Theo.

“Debby, mengapa kamu memakai gaun seperti itu?”

“Karena Debby suka pada Bapak. Juga karena Bapak tampan dan jan..”

“Ehh, ehh! Tidak pakai sebutan Bapak!”

“Lupa..! Juga karena Theo tampan dan jantan, itu jawabannya!”

“Alasan lain?”

“Debby nggak punya saudara. Debby anak tunggal. Sering kesepian di rumah karena sering ditinggal Papa dan Mama.

Nggak punya sahabat karena banyak teman-teman perempuan yang iri sama Debby. Nggak punya pacar karena cowok yang seusia Debby rata-rata egois. Obsesinya mereka selalu tentang sex.

Padahal Debby belum tentu suka. Jelas Bapak guru?”Theo tertawa karena kata ‘bapak guru’ itu diucapkan dengan cara yang lucu. Dan sebelum tawanya berakhir, tangannya meraih bahu gadis itu. Dirangkulnya dengan ketat.

Tak ada perlawanan. Sisa sabun beraroma lavender yang memancar dari tubuh gadis itu terasa menyegarkan ketika aromanya menyengat hidung Theo. Dengan gemas, di kecupnya pipi gadis itu. Kiri dan kanan.

“Seperti Papa,” kata Debby sambil tertawa kecil.

Lalu ia bangkit dan berjalan ke arah pintu penghubung yang membatasi ruang keluarga dengan bagian belakang rumah.

Setelah mendengar ‘klik’, ia melangkah kembali menghampiri Theo dan duduk rapat persis di sebelah lelaki itu.

Theo menggamit dagu gadis itu agar menoleh ke arahnya, kemudian dengan cepat bibirnya memagut bibir mungil gadis itu. Bibir yang terlihat basah walau tanpa lipstik. Sejenak tak ada reaksi. Diulangnya mengulum sambil menjulurkan lidahnya untuk mengait-ngait.

Tapi lidah gadis itu masih tetap diam bersembunyi di rongga mulutnya. Sejenak, Theo melepaskan pagutan bibirnya. Ditatapnya wajah yang cantik itu sambil menggerakkan jari tangannya untuk menyibak beberapa helai rambut yang terjatuh di kening gadis itu.

Dan ketika kembali mengulang ciumannya, ia merasakan ujung lidah yang menyusup di antara bibirnya.Segera dipagutnya lidah itu. Dihisapnya dengan lembut agar menyusup lebih dalam ke rongga mulutnya. Kedua telapak tangannya turun ke bahu. Setelah mengusapkan jari-jarinya berulang kali, telapak tangannya meluncur ke punggung.

Lalu dibelai-belainya punggung itu dengan ujung-ujung jarinya sambil mempermainkan lidah gadis itu dengan ujung lidahnya. Tak lama kemudian, ia merasakan dua buah lengan melingkari lehernya. Semakin lama lengan itu merangkul semakin ketat. Kemudian ia mulai merasakan lidah gadis itu bergerak-gerak.

Tidak hanya pasrah menyusup, tetapi mulai bergerak membelit dan balas mengisap.Theo melepaskan pagutan bibirnya. Sejenak mereka saling menatap. Terlihat bias-bias birahi di kedua bola mata mereka. Lalu dikecupnya dahi gadis itu dengan mesra.

Kemudian bibirnya berpindah mengecup bahu. Mengecup berulang kali. Dari bahu bibirnya merayap ke leher. Sesekali lidahnya dijulurkan untuk menjilat.Debby menggelinjang karena geli, seolah sekujur tubuhnya sedang digelitiki oleh jari-jari yang nakal dan menggemaskan. Ia menyukai hal itu, menyukai kecupan dan jilatan yang merambat di sekeliling lehernya.

Apalagi ketika ia merasakan lidah itu menjilat-jilat kerongkongannya disertai telapak tangan yang meremas buah dadanya. Sesaat, ia menahan nafas ketika telapak tangan itu hanya menekan buah dadanya, tetapi tak lama kemudian, ia menghembuskan nafas lega merasakan telapak tangan itu meremas dengan lembut.

“Aahh, Theo,” desahnya sambil menghembuskan nafas panjang.Bibir Theo kembali merayap ke bahu.

Sambil sesekali mengecup, ia menggunakan giginya untuk melepaskan tali yang mengikat gaun itu. Lidah dan hembusan nafasnya membuat gadis itu menggelinjangkan bahunya.Debby baru menyadari bahwa tali pengikat gaunnya telah terlepas setelah ia merasakan bibir lelaki itu menyusur menciumi belahan atas buah dadanya. Bulu roma di sekujur tubuhnya meremang. Belum pernah ada lelaki yang melakukan hal itu.

Ia ingin menolak, ingin mendorong kepala yang semakin mendekati buah dadanya, tetapi tangannya terasa lemah tak bertenaga. Ada rasa geli dan nikmat yang menjalar di pori-pori sekujur tubuhnya. Rasa yang membuat ia tak berdaya menolak.

Apalagi setelah merasakan lidah itu menjilat-jilat dadanya. Jilatan-jilatan basah yang membuat jari-jari tangannya menekan kepala lelaki itu ke dadanya.Ia menarik nafas lega, merasa beruntung karena tidak mengenakan bra di balik gaunnya.

Bandar Ceme Online Terpercaya - Dewagalau

 Bibirnya sesekali mendesis-desis seperti kepedasan ketika ia merasakan jilatan-jilatan itu semakin liar menjelajahi buah dadanya yang baru mekar.

Dan ketika puting buah dadanya terperangkap dalam jepitan bibir lelaki itu, ia merintih sambil menghentakkan telapak kakinya di atas karpet..

“Aarrgghh.. Theo, enaak! Aduuhh..!”.Sekujur tubuhnya merinding ketika merasakan puting dadanya dijentik-jentik dengan ujung lidah.

Lalu digigit dengan lembut. Dilepaskan. Digigit kembali. Dilepas. Dan tiba-tiba ia merasakan buah dadanya dihisap agak keras, seolah ingin ditelan!Debby mendesah ketika merasakan jari-jari tangan Theo mengelus-elus bagian dalam pahanya.

Ia mendesah dalam kenikmatan sambil menghempaskan lehernya di sandaran sofa. Secara naluriah, direnggangkannya kedua belah pahanya agar jari-jari dan telapak tangan itu dapat merayap lebih dalam. Ia ingin segera merasakan jari-jari tangan itu mengelus-elus pangkal pahanya.

Isyarat itu dimanfaatkan Theo dengan baik. Dengan sebuah tarikan kecil, ia menyingkap gaun gadis remaja itu. Tak ada kesulitan ketika menyingkap gaun itu. Bagian bawahnya yang lebar membuat gaun itu tersangkut dengan mudah di bawah pusar.

Ia terpaksa menghentikan aktivitas bibirnya karena ia ingin menunduk agar dapat memandang pangkal paha itu lebih jelas.

“Aku akan menciumnya,” kata Theo sambil bangkit dari sofa, kemudian duduk di atas karpet persis di antara kedua lutut Debby.

“Jangan dicium, Theo. Debby takut.”

“OK, tapi kasih pemandangan yang paling indah ya,” kata Theo sambil mengangkat kaki kanan gadis itu.

Lalu diletakkannya telapak kaki kanan itu di atas sofa. Tak lama kemudian, bola matanya terbelalak menatap pesona yang terpampang di hadapannya! Sebelah paha tergeletak di atas sofa, sedangkan paha yang sebelah lagi tertekuk, telapaknya menginjak pinggir sofa.

Dengan sebuah dorongan kecil menggunakan jari, paha yang tertekuk di atas sofa itu terbuka lebar-lebarnya.

“Indah sekali!” sambung Theo sambil menengadah menatap wajah gadis remaja yang cantik itu.

Debby tersenyum malu. Ia ingin menutup pahanya, tapi gerakannya tertahan oleh tekanan jari di lututnya.

“Debby malu, Theo!” katanya dengan manja.

Tapi di dasar hatinya, ada perasaan senang dan bangga melihat guru matematikanya berlutut di hadapannya, persis di antara kedua belah pahanya. Perasaan yang membuat dirinya merasa sangat dimanja dan dihargai.

Theo terbelalak menatap kemulusan paha dan celana dalam mini dari satin di hadapannya. Urat darah di batang kemaluannya meronta menatap pemandangan indah itu. Bagian depan celananya terasa sempit. Apalagi ketika ia menatap segaris bagian basah yang tercetak di permukaan vagina gadis itu. Bagian basah itu memperjelas bayangan bibir vagina yang tersembunyi di baliknya.

Dan karena celana dalam satin itu sangat tipis, ia bahkan dapat melihat bayangan bulu-bulu yang tumbuh di sekitar bibir vaginanya.Keindahan itu sangat mempesona sehingga ia terpaksa melepaskan ikat pinggang dan ritsleting celananya agar batang kemaluannya terbebas dari penderitaan. Lalu diciumnya paha bagian dalam yang tertekuk di atas sofa itu. Diciumnya berulang kali seolah tak puas merasakan kehalusan kulit paha itu di bibirnya.

Setelah itu ciumannya berpindah ke paha sebelahnya. Sambil terus mencium dan sesekali menjilat, dielus-elusnya pula paha bagian luar.

Semakin lama ciumannya semakin mendekati pangkal paha. Lalu ia berhenti sejenak untuk menghirup aroma semerbak yang semakin tajam menusuk hidungnya. Fantasinya di depan kelas telah menjadi kenyataan.

Dengan gemas, dibenamkannya hidungnya persis di antara bibir vagina gadis remaja itu. Sesekali diselingi dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Theoo..! Aauuw!” pekik Debby karena terkejut sambil menggelinjangkan pinggulnya.

Tapi beberapa detik kemudian, ketika ia merasakan lidah lelaki itu menjilat-jilat bagian luar celana dalamnya, ia merintih-rintih. Ia merasa nikmat setiap kali lidah itu menjilat dari bawah ke atas. Jilatan yang lahap! Basah. Berliur.

Jilatan yang membuat ia terpaksa memejamkan mata meresapi kenikmatan yang mengalir di sekujur tubuhnya. Jilatan yang membuat ia menjadi liar, yang membuat ia menghentak-hentakkan kakinya karena beberapa kumis kasar lelaki itu terasa seolah menyusup menembus celana dalamnya yang tipis.

Di sela-sela kenikmatan yang mendera, kumis itu terasa menggelitiki vaginanya, membuat ia menggeliatkan pinggulnya berulang kali.Celana dalam mini gadis itu semakin basah. Belahan bibir vaginanya semakin jelas terlihat.

Lendir semakin banyak bermuara di vaginanya. Lendir itu bercampur dengan air liur. Karena tak tahan lagi menerima kenikmatan yang mendera vaginanya, sebelah tangannya menjambak rambut Theo, dan yang sebelah lagi menekan bagian belakang kepala.

“Theoo, aarrgghh! Debby seperti ingin pipis..!” kata gadis itu di sela-sela rintihannya.

Theo menghentikan jilatan lidahnya. Ia menengadah dan melihat mata gadis itu sedang terpejam.

“Debby ingin pipis, Sayang?” tanyanya sambil menyisipkan jari telunjuk ke balik celana dalam yang menutupi bibir vagina gadis itu, lalu ditariknya ke samping.

Terpampanglah di hadapannya vagina seorang gadis remaja yang sedang dilanda birahi. Masih kuncup tetapi menebarkan janji untuk segera merekah dihisap serangga yang menghinggapinya. Dengan jari telunjuk, dibukanya sedikit bibir luar vagina berlendir itu.

Lipatan yang sedikit terbuka hingga memperlihatkan vagina yang bersih, segar dan berwarna pink. Melihat hal itu, ia memutuskan untuk memberikan cumbuan terbaik. Cumbuan yang sulit untuk dilupakan, yang akan membuat gadis itu menjadi jinak. Ia merasa mampu untuk melakukan hal itu.

Dan sebagai balasannya, mungkin ia akan mendapatkan perlakuan yang sama. Mempertimbangkan hal itu, ia menenggelamkan dan menggosok-gosokkan hidungnya ke belahan bibir vagina gadis itu. Semakin ditekan hidungnya, semakin semerbak aroma yang memenuhi rongga paru-parunya.Debby membuka kelopak matanya.

Bola matanya seolah ditutupi kabut basah dan terlihat mengkilat ketika ia menunduk menatap wajah gurunya yang terselip di pangkal pahanya. Ia tak dapat mengucapkan kata-kata. Bibirnya terasa kelu. Kaku. Nafasnya terengah-engah. Mulutnya setengah terbuka megap-megap menghirup udara.

Ia terpaksa menggeliatkan pinggulnya untuk menahan cairan yang terasa ingin mengalir keluar dari vaginanya. Ia tidak tega ‘mempipisi’ mulut guru matematikanya itu.Dicobanya mendorong kepala itu agar terlepas dari vaginanya.

Tapi kepala itu malah sengaja semakin ditekan ke pangkal pahanya. Dicobanya untuk menarik pinggulnya. Tapi kedua lengan guru yang sangat disayanginya itu semakin kuat merangkul pinggulnya. Walau telah mencoba meronta, mulut yang memberinya kenikmatan itu tetap menghisap-hisap vaginanya.

Semakin meronta, semakin keras remasan tangan di kedua bongkahan pantatnya. Dan semakin keras pula tarikan di bongkahan pantatnya agar vaginanya tak lepas dari hisapan dan jilatan mulut itu.

Akhirnya ia menyimpulkan bahwa mulut itu memang ingin ‘dipipisinya’. Mulut itu memang sengaja ingin memanjakan vaginanya. Kesimpulan itu membuat ia melayang semakin tinggi dalam kenikmatan, membuat lendir semakin banyak mengalir ke lubang vaginanya.

Sedikit pun ia tak merasa ragu ketika mengangkat kakinya yang terjuntai di atas karpet, dan melilitkan betisnya di leher lelaki itu. Ia sudah tak ingin kepala itu lepas dari pangkal pahanya. Bahkan ia mempererat tekanan betisnya di leher lelaki yang sedang memanjakannya itu.

Selain menggunakan betis dan paha, ia pun menggunakan kedua lengannya untuk menjambak rambut dan menekan bagian belakang kepala lelaki itu lebih keras. Ia ingin membantu agar mulut itu terbenam di dalam vaginanya ketika ia mengeluarkan ‘pipisnya’.

Lidah Theo telah merasakan bibir dan dinding vagina itu berdenyut-denyut. Ia pun dapat merasakan hisapan lembut di lidahnya, seolah vagina itu ingin menarik lidahnya lebih dalam. Sejenak, ia mengeluarkan lidahnya untuk menjilat dan menghisap bibir vagina mungil itu. Dikulumnya berulang kali. Bibir vagina itu terasa hangat dan sangat halus di lidahnya.

Ia menyelipkan lidahnya kembali ketika menyadari bahwa tak ada lagi cairan lendir yang tersisa di bibir luar. Dijilatinya kembali dinding dan bibir dalam vagina gadis remaja itu.”Theo, Theoo.., Debby nggak tahan lagi.

Debby ingin pipiis!”Theo semakin bersemangat menjilat dan menghisap-hisap. Lidahnya yang rakus seolah belum terpuaskan oleh lendir yang telah dihisapnya. Kumisnya sesekali menyapu bibir uar vagina yang segar itu, membuat pinggul gadis itu terhentak-hentak di atas sofa.

Walaupun kepalanya terperangkap dalam jepitan paha dan betis, tetapi ia dapat merasakan setiap kali pinggul gadis itu terangkat dan terhempas. Berulang kali hal itu terjadi. Terangkat dan terhempas kembali.

Sesekali pinggul itu menggeliat menyebabkan kumisnya menjadi basah.Ia dapat memastikan bahwa dalam hitungan detik sejumput lendir orgasme akan mengalir ke kerongkongannya. Dan ketika merasakan rambutnya dijambak semakin keras diiringi dengan pinggul yang terangkat menghantam wajahnya, ia segera mengulum klitoris gadis itu.

Dikulumnya dengan lembut seolah klitoris itu adalah sebuah permen cokelat yang hanya mencair bila dilumuri air ludah. Sesekali dihisapnya disertai tarikan lembut hingga klitoris itu hampir terlepas dari bibirnya. Ketika merasakan pinggul gadis itu agak berputar, dijepitnya klitoris itu dengan kedua bibirnya agar tak lepas dari hisapannya.

“Debby pipis, Theoo! Aargh.. Aarrgghh..!”Theo menjulurkan lidah sedalam-dalamnya.

Bahkan ditekannya lidah dan kedua bibirnya agar terperangkap dalam jepitan bibir vagina itu. Ia tak ingin kehilangan kesempatan mereguk cairan orgasme langsung dari vagina seorang gadis remaja yang cantik dan seksi.

Cairan orgasme yang belum tentu ia dapatkan dari murid lainnya. Setelah mencicipi rasa di ujung lidahnya, dihisapnya cairan itu sekeras-kerasnya. Direguknya lendir itu dengan lahap. Lalu dibenamkannya kembali hidungnya di antara celah bibir vagina yang berdenyut-denyut itu.

Ia ingin menghirup aroma paling pribadi yang dimiliki seorang gadis belia. Dengan gemas, ia menghirup aroma itu dalam-dalam. Dan ketika merasakan pinggul gadis itu terhempas kembali ke atas sofa, Theo menjilati vaginanya.

Setetes lendir pun tak ia sisakan! Bahkan lendir yang membasahi bulu-bulu ikal dan bulu-bulu halus di sekitar vagina gadis itu pun dijilatinya. Bulu-bulu itu jadi merunduk rapi seperti baru selesai disisir!

“Theo.., ooh, aarrgghh.., Theo! Enak banget, Theoo..! Aargh.., pipis Debby kok diminum?” desah gadis itu terbata-bata sambil mengusap-usap rambut Theo.

Setelah menjilati vagina Debby hingga bersih, Theo menengadah.

“Pipis Debby enak banget! Kecut. Agak asin. Tapi ada manisnya!” jawabnya.

“Suka ya minum pipis, Debby?”

“Suka banget! Mau pipis lagi?”

“Hmm..” kata gadis itu dengan manja. Merajuk.

“Benar suka?” sambungnya.

“Suka! Ini tanda sayang dan suka,” kata Theo sambil menunduk dan mengulum sebelah bibir luar vagina gadis itu.

Debby tertawa kecil. Senang. Bangga. Merasa dimanjakan. Tersanjung karena telah merasakan nikmatnya menjepit kepala guru matematikanya di pangkal pahanya. Nikmat yang baru pertama kali ia rasakan.

Tapi tiba-tiba bola matanya terbuka lebar ketika melihat Theo membungkuk melepaskan celana sekaligus celana dalamnya dengan sekali tarikan.

Dalam hitungan detik, celana itu teronggok di atas karpet. Dan ia bergidik melihat batang kemaluan gurunya. Batang kemaluan berwarna cokelat. Panjangnya kira-kira 15 cm. Batang kemaluan itu hanya berjarak setengah meter dari matanya. Dan karena baru pertama kali melihat kemaluan lelaki, gadis remaja itu terkesima.

Kelopak bola matanya terbuka lebar ketika ia mengamati urat-urat berwarna biru kehijauan yang terlihat menghiasi kulit batang kemaluan itu.Theo menarik pinggul Debby hingga sedikit melewati pinggir sofa. Lalu ia mengarahkan batang kemaluannya ke vagina gadis itu. Debby tekejut. Dengan refleks ia menarik pinggulnya.

“Debby masih virgin, Theo,” katanya setengah berbisik.

Nadanya memelas.Theo terpana mendengarnya. Sejak awal mencumbuinya, ia memang sudah menduga bahwa gadis itu masih perawan. Terutama karena ia merasakan celah yang sangat sempit ketika menyusupkan lidahnya di antara bibir vagina gadis itu.

Tapi bila mengingat keberaniannya menggoda dengan cara merenggangkan kedua lututnya, ia menjadi ragu-ragu. Apalagi karena muridnya itu berani bersekolah tanpa celana dalam. Setelah menarik nafas panjang, diraihnya lengan kanan gadis itu.”Aku tak akan melakukan hal-hal yang tidak Debby sukai. Aku pun tak akan menyakitimu,” katanya dengan raut wajah tulus.

“Tapi adik kecil ini sedang menderita, Debby,” sambungnya sambil menunjuk batang kemaluannya yang terangguk-angguk.

“Debby elus-elus ya. Kalau dibiarin, kasihan..!”Lalu diletakkannya telapak tangan gadis itu di batang kemaluannya.

Debby terkejut merasakan panas yang mengalir dari batang kemaluan itu ke telapak tangannya. Sejenak ia terlihat ragu. Ia menarik lengannya, tetapi Theo meraih dan meletakkannya kembali ke batang kemaluannya.

Akhirnya batang kemaluan itu digenggamnya sambil menengadah menatap wajah lelaki yang disayanginya itu. Tak lama kemudian, ia menunduk kembali untuk mengamati batang kemaluan dalam genggamannya.”Sesekali agak diremas seperti begini,” kata Theo mengajari.

“Dan sesekali dimaju-mundurkan seperti ini,” sambungnya sambil menggerakkan tangan gadis itu maju-mundur.

Debby mulai mengelus-elus. Ada sensasi yang menggelitik dirinya ketika merasakan kehangatan batang kemaluan itu di ujung jari-jari tangannya.

Ia mendekatkan wajahnya untuk mengamati urat-urat berwarna kehijauan yang semakin menggelembung di ujung jarinya. Lalu ia mulai menggenggam dan memaju-mundurkan telapak tangannya. Dan ketika mendengar lelaki itu menarik nafas panjang, ia menengadah.”Kenapa? Sakit?”

“Enak!”

“Enak?!”

“Enak banget! Apalagi kalau pakai dua tangan.”

“Begini?” tanya gadis itu sambil menggenggamkan kedua telapak tangannya.

“Ya, ya, begitu, oohh!”Debby menjadi bersemangat.

Ia merasa senang karena dapat memberikan sesuatu yang menyenangkan kepada gurunya itu. Ia ingin membalas kenikmatan yang telah ia dapatkan. Apalagi sikap lelaki itu penuh pengertian. Tak ada sikap memaksa ketika ia mengatakan bahwa ia masih virgin. Ia hanya diminta untuk mengelus-elus dan sesekali meremas batang kemaluan itu.

Bandar Qq Online Terpercaya - Dewagalau

Oleh karena itu, tangannya mulai digerakkan maju dan mundur, dari leher batang kemaluan hingga ke pangkalnya. Wajahnya semakin mendekat karena ia ingin mengamati cendawan yang menghiasi batang kemaluan itu. Cendawan yang semakin lama semakin berwarna merah tua. Dielus-elusnya pula cendawan itu dengan ujung jari jempolnya.

“Ooh.., nikmat, Sayang!”

“Kalau diremas seperti ini, nikmat nggak?” tanya gadis itu sambil meremas biji kemaluan Theo.

“Ooh, ya, ya!” sahut Theo sambil meletakkan kedua belah telapak tangannya di atas kepala gadis itu.

Lalu dengan tarikan yang sangat lembut, ia menarik kepala itu agar semakin mendekat ke batang kemaluannya. Debby tidak menolak tarikan lembut di kepalanya karena batang kemaluan itu terlihat sangat indah dan menarik.

Ia pun dapat merasakan batang kemaluan itu berdenyut di telapak tangannya, seperti bernafas. Ada sensasi yang mulai menggelitiki saraf-saraf birahi di sekujur tubuhnya ketika ia mengamati batang kemaluan itu. Sensasi itu membuat ia tak menyadari bahwa batang kemaluan yang digenggamnya hanya tinggal berjarak kira-kira 20 cm dari mulutnya.”Theo, ada sedikit pipis di lubang ini.”

“Bukan pipis sayang. Itu lendir enak.”

“Enak?”

“Ya, enak!” jawab Theo sambil memegang jari jempol yang baru saja mengusap-usap lubang kemaluannya.

“Coba deh dicicipi,” sambungnya.

“Hmm..” gumam Debby ketika menjilat ujung jarinya.

“Enak ‘kan?!”

“Enak!”

“Cicipi lagi! Jangan pakai jari. Langsung pakai lidah!”Debby menengadah.

Ia sangat ingin menyenangkan hati gurunya itu, tetapi ragu-ragu untuk melaksanakannya. Sesaat, ia manatap bola mata lelaki yang disayanginya itu. Dilihatnya binar-binar ketulusan cinta. Tak ada tersirat niat untuk menyakiti. Lalu ia menunduk dan mendekatkan bibirnya ke bagian tengah cendawan itu.

Lidahnya terjulur dan ujungnya mengoles sisa lendir yang masih tersisa. Sambil memejamkan mata, ia mencicipinya.”Enak ‘kan?!” Debby menengadah kembali. Ia mengangguk sambil tersenyum malu.

“Sekarang dicium dan dijilat-jilat biar lendirnya keluar lagi! Dan jangan terkejut kalau nanti tiba-tiba ada segumpal lendir yang muncrat ya, Sayang.” Debby menunduk kembali, dan tanpa keraguan lagi dikulumnya cendawan itu.

Leher kemaluan itu dijepitnya dengan bibirnya sambil mengoles-oleskan lidahnya.Theo mendesah. Setelah menghirup udara yang memenuhi rongga dadanya, ia menunduk. Matanya berbinar menatap takjub.

Nafasnya tertahan menatap seorang gadis belia yang cantik dan seksi sedang berjongkok sambil menghisap-hisap dan mengulum kepala batang kemaluannya. Darahnya mendidih menatap gadis yang berjongkok dengan gaun bagian atas dan bawah bertumpuk terlipat-lipat di pinggangnya yang ramping.

Matanya nanar menatap buah dada yang belum sepenuhnya mekar. Sejuta pesona ia rasakan melihat seorang gadis yang sedang berjongkok di hadapannya dengan paha terkangkang. Indah sekali!”Argh.., aduuhh..!” desah Theo sambil menekan bagian belakang kepala gadis itu lebih keras.

Setengah batang kemaluan telah masuk ke dalam mulut mungil itu.Debby menengadah karena mendengar desahan itu. Ia merasa khawatir karena giginya menggesek kulit kemaluan yang sedang dikulumnya.

Tapi lelaki yang telah memberinya kenikmatan itu ternyata hanya meringis. Ia masih menengadah ketika merasakan lagi tekanan di bagian belakang kepalanya, tekanan yang membuat ia menelan batang kemaluan itu lebih dalam.

Theo mengusap-usap rambut gadis remaja itu. Perlahan-lahan, ditariknya kemaluannya hingga hanya cendawan kemaluannya yang masih tersisa. Dan dengan perlahan-lahan pula, didorongnya kembali batang kemaluannya. Diulangnya gerakan itu beberapa kali sambil mengamati bibir mungil yang melingkari batang kemaluannya.

Setelah yakin bahwa gadis itu telah terbiasa dengan gerakan batang kemaluannya, tiba-tiba didorongnya lagi dengan keras hingga bibir mungil itu menyentuh bulu-bulu di pangkal kemaluannya.

Debby terkejut. Nafasnya terhenti sesaat. Ia tersendat karena ujung batang kemaluan itu menyentuh kerongkongannya. Sebelum ia sempat meronta, dengan cepat batang kemaluan itu telah bergerak mundur kembali.

“Nggak apa-apa ‘kan sayang,” kata Theo membujuk sambil mengusap-usap pipi gadis remaja itu.

Debby ingin mengatakan ‘jangan ulangi’, tapi kata-kata itu tak terucapkan karena cendawan itu masih tersisa di bibirnya. Ia menengadah. Sejenak mereka saling tatap. Dan ia melihat sorot mata yang memancarkan kenikmatan birahi, seolah memohon untuk dipuaskan.Karena merasa tak tega untuk menolak, kembali cendawan itu dihisapnya. Mungkin karena aku belum terbiasa, katanya dalam hati.

Akhirnya ia memutuskan untuk memberi kenikmatan total. Kenikmatan sebesar kenikmatan yang telah ia dapatkan. Bila mungkin, ia akan memberi melebihi dari apa yang telah ia nikmati. Percintaan yang membara adalah percintaan yang pasrah dalam memberi, bisik hatinya.

Percintaan yang lebih mementingkan kenikmatan pasangannya dari pada kenikmatan dirinya sendiri. Dan ia akan pasrah memberi agar guru yang disayanginya itu dapat pula meraih puncak kenikmatannya.Lalu batang kemaluan itu dikeluarkannya dari mulutnya. Ia ingin totalitas.

Oleh karena itu, beberapa detik kemudian, ia mulai menjilati batang kemaluan itu hingga ke pangkalnya. Bahkan ujung lidahnya beberapa kali menyentuh biji kemaluan itu.

“Aarrgghh..!” desah Theo ketika merasakan lidah muridnya itu menjilat-jilat semakin liar.

Bahkan ia mulai merasakan bibir gadis itu mulai mengisap-isap celah di dekat lubang duburnya. Sangat dekat dengan lubang duburnya! Dan sesaat ia berhenti bernafas ketika merasakan ujung lidah gadis itu akhirnya menyentuh lubang duburnya. Ia menggigil merasakan nikmat yang mengalir dari ujung lidah itu.

Nikmat yang bahkan tidak pernah ia dapatkan dari isterinya.Sebelumnya ia tidak pernah merasakan lidah menyentuh lubang duburnya. Apalagi lidah seorang gadis remaja yang cantik dan seksi. Matanya terbeliak ketika merasakan tangan gadis itu membuka lipatan daging di antara bongkah pantatnya.

Hanya bagian putih di bola matanya yang terlihat ketika ia meresapi nikmatnya lidah gadis itu saat menyentuh lubang duburnya.

“Oorgh.., aarrgghh.. Nikmat, Sayang!” desah Theo sambil menggerakkan pinggulnya menghindari jilatan-jilatan di duburnya.

Ia sudah tak kuat menahan kenikmatan yang mendera tubuhnya. Cendawan batang kemaluannya sudah membengkak. Lalu ia mengarahkan batang kemaluannya ke mulut gadis itu.

“Aku sudah tak tahan, Debby!!” sambungnya sambil menghunjamkan batang kemaluannya sedalam-dalamnya.

Debby tersendat kembali ketika merasakan cendawan itu menyumbat kerongkongannya. Tapi sudah tidak menyebabkan rasa mual seperti ketika pertama kali tersendat. Dan ketika batang kemaluan itu bergerak mundur, ia mengisap cendawannya dengan keras hingga terdengar bunyi ‘slurp’. Kedua telapak tangannya mengusap-usap bagian belakang paha lelaki itu.Lalu ia kembali menengadah.

Mereka saling tatap ketika batang kemaluan itu kembali menghunjam rongga mulutnya. Telapak tangannya ikut menekan bagian belakang paha lelaki itu. Kepalanya ikut maju setiap kali batang kemaluan itu menghunjam mulutnya. Ia merinding setiap kali ujung cendawan itu menyentuh kerongkongannya.

“Aarrgghh.., Debby, aku sudah mau keluar. Mau pipis, aarrgghh..! Telan sayang. Telan lendir enaknya ya!”

“Hmm..” sahut gadis itu sambil mengangguk.

Theo semakin tegang setelah melihat anggukan itu. Sendi-sendi tungkai kakinya menjadi kaku. Nafasnya mengebu-gebu seperti seorang pelari marathon. Sebelah tangannya menggenggam kepala gadis itu, dan yang sebelah lagi menjambak. Pinggulnya bergerak seirama dengan tarikan dan dorongan lengannya di kepala gadis itu.

Hentakan-hentakan pinggulnya membuat gadis itu terpaksa memejamkan matanya.Batang kemaluannya sudah menggembung. Lendir berwarna putih susu terasa bergerak dengan cepat dari kantung biji kemaluannya.

Ia berusaha untuk menahannya. Tapi semakin ia berusaha, semakin besar tekanan yang menerobos saluran di kemaluannya. Akhirnya ia meraung sambil menghunjamkan batang kemaluannya sedalam-dalamnya. Berulang kali.

Ditariknya, dan secepatnya dihunjamkan kembali.

“Aarrgghh.., aduuh! Aarrgghh..!” raung Theo sekeras-kerasnya ketika ia merasakan air maninya muncrat ‘menembak’ kerongkongan gadis itu.

Sesaat ia merasa kejang. Dibiarkannya batang kemaluannya terbenam. Tangannya mencengkeram kepala gadis itu dengan keras karena tak ingin kepala itu meronta. Ia tak ingin kepala itu terlepas ketika ia sedang berada pada puncak kenikmatannya.

Keinginan itu ternyata menjadi kenikmatan ekstra, yaitu kenikmatan karena ‘tembakannya’ langsung masuk ke kerongkongan gadis itu. ‘Tembakan’ itu akan membuat kerongkongan itu agak tersendat sehingga air maninya akan langsung tertelan.

Setelah ‘tembakan’ pertama, ia masih merasakan adanya tekanan air mani di saluran lubang kemaluannya. Maka dengan cepat ia menarik batang kemaluannya, dan menghunjamkannya kembali sambil ‘menembak’ untuk yang kedua kalinya.

“Hisap sayang, aarrgghh..! Aarrgghh..!”Ditariknya kembali batang kemaluannya.

Tapi sebelum kembali menghunjamkannya, ia merasakan gigitan di leher batang kemaluannya. Ia pun berkelojotan ketika merasakan gigitan itu disertai kuluman lidah. ‘Tembakan’ kecil masih terjadi beberapa kali ketika lidah gadis itu mengoles-oles lubang kemaluannya.

“Ooh.., nikmatnya!” gumam Theo sambil membelai-belai kedua belah pipi gadis itu.

Belaian mesra yang mengalir dari lubuk hatinya yang paling dalam. Belaian ungkapan kasih sayang dan tanda terima kasih!Sambil menengadah dan membuka kelopak matanya, Debby terus mengulum dan menjilat-jilat.

Tak ada lendir berwarna susu yang mengalir dari sudut bibirnya. Tak ada setetes pun yang menempel di dagunya. Dan tak ada pula lendir yang tersisa di cendawan kemaluan Theo! Bersih.

Semua ditelan! Gadis belia itu ‘membayar’ tuntas kenikmatan yang ia dapatkan sebelumnya!Tak lama kemudian, Theo menghempaskan pinggulnya ke atas karpet. Ia merasa sangat lemas. Lunglai. Ia tak mampu berdiri lebih lama lagi.

Debby tersenyum puas. Ia pun bangkit dari sofa, dan kemudian duduk di pangkuan Theo. Kedua belah kakinya melingkari pinggang lelaki yang masih terengah-engah itu. Posisi duduknya menyebabkan vaginanya persentuhan dengan batang kemaluan yang mulai mengkerut. Terasa hangat dan mesra.
“Puas?” tanya gadis itu.

“Puas banget!” jawab Theo.

“Enak lendirku?” sambungnya.

“Enak banget!”

“Mau lagi?”

“Ha?!” jawab Debby sambil mencubit pipi Theo dengan manja.

“Kapan-kapan ya, kita nabung dulu.”

“Nabung apaan?”

“Nabung pipis!”Dan mereka serentak tertawa. Renyah.

Lalu saling berangkulan dengan mesra. Pipi mereka saling bersinggungan. Kedua belah tangan membelai-belai punggung pasangannya. Kemudian masing-masing berbisik langsung ke telinga pasangannya.

“Theo suka pipis Debby!”

“Debby suka pipis Theo!”Villa itu terletak di bagian tengah sebidang tanah perbukitan yang luasnya hampir 2 hektar.

Dari jauh, villa itu terlihat asri karena dinding luarnya dihiasi dengan batu-batu pualam dan marmer serta beberapa ornamen kayu jati. Di bagian depan dan belakang, berbatasan dengan villa-villa di sekitarnya, tumbuh beberapa pohon pinus yang lebat. Tingginya mencapai 4 hingga 5 meter.

Halaman di sekelilingnya terlihat hijau karena ditumbuhi oleh rumput yang terpangkas rapi. Beberapa batu alam berwarna abu-abu dan cokelat tua dengan berbagai bentuk dan ukuran tergeletak menghiasi halaman yang luas itu.

Di pojok belakang sebelah barat terdapat sebuah rumah kecil yang dihuni oleh penjaga villa.

Bangunan villa itu tidak terlalu besar. Di lantai 1 hanya ada sebuah kamar tidur utama serta sebuah ruang keluarga dan dapur. Sedangkan di lantai 2 ada dua buah kamar tidur dan ruang kosong yang tembus hingga ke lantai 1. Tak banyak furniture yang melengkapi villa mungil dan mewah itu.

Dan hampir semuanya terbuat dari kayu jati berukir. Berbagai bentuk ukiran terasa mendominasi isi villa. Termasuk bingkai cermin berukuran besar yang menempel pada dinding kamar tidur utama.

Nuansa artistik terasa sangat menonjol di dalam dan luar villa.Debby baru saja tiba di villa itu kira-kira 10 menit yang lalu. Setelah meletakkan tasnya di teras dan memberi beberapa instruksi kepada lelaki tua penjaga villa, ia segera melangkah ke kamar tidur depan di lantai 2.

Ditanggalkannya celana jeans dan t-shirt yang dipakainya sejak dari Jakarta. Sambil berdiri di depan cermin, dikenakannya sebuah kimono. Sejenak, ia ragu melilitkan tali kimono itu di pinggangnya. Tapi akhirnya, sambil ditanggalkan pula.

Ia tersenyum ketika mengikat tali kimono itu. Senyum yang menyimpan sebuah rencana, dan sekaligus senyum untuk dirinya sendiri karena tak ada lagi yang tersembunyi di balik kimono itu.Debby berdiri di balkon depan yang menghadap ke timur. Sejak kecil ia suka menghabiskan waktunya di balkon itu.

Terutama bila sore hari, ia suka menatap embun tipis yang perlahan-lahan turun dari atas dan mulai bertebaran di halaman. Embun itu kadang-kadang sirna tertiup angin tetapi kadang-kadang angin bertiup mendorong segerombol embun yang sebagian di antaranya tersangkut di daun-daun pohon pinus.

Kira-kira satu jam kemudian, ketika sore berubah menjadi senja, embun tipis berwarna putih itu mulai menyelimuti pucuk-pucuk pinus. Diam tak beranjak. Hanya beberapa gerombol di atas rumput yang terlihat masih bergerak tertiup angin. Dan ketika senja sirna, lampu-lampu taman yang bertebaran di halaman pun tak berdaya mengusir embun yang menyelimuti villa dan sekelilingnya.Debby melirik jam tangannya. Hm, kurang lebih setengah jam lagi Theo akan tiba, katanya dalam hati.

Setiap kali menyebut nama lelaki itu jantungnya terasa berdebar. Walau lelaki itu 15 tahun lebih tua dari usianya, tetapi ia merasa sangat nyaman bila berada di dekatnya. Lelaki yang selalu memanjakannya, yang berani membantah tetapi bila terus didesak akhirnya akan menuruti kemauannya. Ia tersenyum dikulum,

‘Theo memang selalu memperlakukanku seolah aku adalah satu-satunya benda berharga baginya’ gumam gadis remaja itu. Kemudian ia teringat beberapa peristiwa ‘nakal’ yang membuatnya merasa sangat dimanjakan.

Saat itu mereka sedang menikmati santap malam di sebuah restoran yang terkenal dengan sajian ‘rib roast’-nya. Mereka duduk berdampingan pada sebuah meja yang posisinya di sudut dan menghadap ke bagian tengah restoran.

Sesekali mereka terpaksa berbisik untuk mengalahkan suara musik dan lagu-lagu merdu Frank Sinatra. Ketika ia menggigit rib yang terakhir, setetes kecap jatuh ke lututnya. Ia memang sengaja tidak menggunakan serbet untuk menutupi pahanya.

Sejak merasakan nikmatnya lidah Theo saat menjilati paha dalam dan pangkal pahanya, ia selalu menggunakan rok mini yang bagian bawahnya lebar. Ia selalu ingin memperlihatkan sepasang pahanya yang mulus.

Bila duduk, rok mini itu semakin tertarik sehingga hanya kira-kira 10 cm saja yang menutupi pahanya. Ia tidak khawatir akan ‘ditonton’ tamu-tamu lainnya karena ada taplak meja yang menghalangi, taplak yang menjuntai hingga hampir menyentuh lantai.

“Theo, jangan dilap pakai tissue,” katanya ketika melihat Theo menjumput selembar tissue.

“Jadi pakai apa, Sayang.”

“Pakai lidah yang suka ‘mimik’ pipis Debby!”, bisiknya manja.

Theo tertegun. Ditatapnya mata gadis belia itu seolah sedang mencari ketegasan atas kalimat yang baru saja didengarnya. Ia pun terkesima mendengar kata ‘mimik’. Kata yang lebih mesra sebagai pengganti kata ‘minum’.

Selintas ia teringat ketika pertama kali mencumbui vagina gadis itu. Sangat sulit dilupakannya kehangatan yang mengalir dari bibir vagina gadis itu ketika menjepit lidahnya. Jepitan yang disertai enyutan-denyutan vagina yang hampir mencapai orgasmenya.

Denyutan-denyutan yang membuat ia semakin rakus menghisap-hisap lendir di vagina itu. Dan tak lama kemudian, ia merasakan segumpal lendir orgasme mengalir membasahi kerongkongannya. Dan setelah menjilati bibir luar vagina gadis itu hingga bersih, ia mendengar gadis belia itu bertanya dengan polos.

“Kok pipis debby diminum?”

“Kok bengong, Theo. Nggak mau ya?”

“Kamu memang nakal dan kadang-kadang keterlaluan.”

“Udah nggak sayang sama Debby, ya!”

“Sayangnya tetap selangit. Tapi ini di restoran. Di tempat umum!”

“Biarin!” kata gadis itu setengah merajuk.

“Entar dilihat orang lain. Malu ‘kan kalau ketahuan.”

“Biarin!”

“Biarin?”

“Paling juga mereka jadi iri. Yang laki-laki ingin jadi Theo, yang perempuan ingin jadi Debby!” jawab gadis itu sambil tertawa kecil.

Tawa yang menggemaskan!Sekilas, Theo memandang ke sekeliling ruangan. Tak ada tamu yang sedang memandang ke arah mereka. Pelayan-pelayan restoran pun terlihat sibuk melayani tamu-tamu. Dadanya berdebar-debar.

Hatinya terpancing untuk mencoba. Lalu dengan cepat ia menunduk dan menjilat. Dan dengan cepat pula ia mengangkat kepalanya kembali. Jantungnya masih berdebar-debar ketika pandangannya menyapu sekeliling ruangan. Tak ada perubahan. Tak ada seorang pun yang memandangnya!Debby tertawa kecil. Dicubitnya pinggang guru matematikanya itu dengan manja.

Sejenak mereka saling tatap, kemudian serentak tertawa renyah. Tak lama kemudian, gadis belia itu sengaja mengerak-gerakkan kakinya. Sesekali sebelah kakinya agak diangkat hingga roknya yang mini semakin tersingkap. Ia semakin bersemangat menggerak-gerakkan kakinya ketika memergoki Theo tertegun menatap keindahan pahanya.

Gerakannya baru berhenti setelah ujung roknya tersangkut di pangkal paha. Ia merasa yakin bahwa G-string yang dipakainya telah terlihat mengintip dari pangkal pahanya.”Kelihatan nggak?”

“Sedikit!”

“Warna apa?”

“Pink!”

“Suka?”

“Suka banget!”

“Cium dong!”

“Ha?! Di sini?”

“Hmm!!”Jantung Theo kembali berdebar-debar.

Tantangan, katanya dalam hati. Tantangan dari seorang gadis belia yang cantik, seksi, masih perawan, dan sekaligus nakal! Itulah salah satu sebab yang membuat ia selalu ingin memanjakan gadis itu.

Ide-idenya yang nakal kadang-kadang menciptakan sensasi. Menciptakan gairah untuk menaklukkan tantangan yang disodorkannya. Ia memang belum pernah melakukan hal itu. Dan ia pun yakin bahwa gadis itu -dalam keramaian publik- belum pernah mendapat ciuman di pangkal pahanya.

Ia menarik nafas panjang dan berusaha menenteramkan debar-debar jantungnya. Sekilas, ia kembali memandang tamu-tamu di sekelilingnya. Setelah yakin tak ada yang memperhatikan, ia menunduk dan mengecup G-string dari sutera itu.

Bandar Blackjack Online Terpercaya - Dewagalau

Kecupan yang persis di belahan bibir vagina!Debby menggelinjangkan pinggulnya. Ia hampir memekik. Tapi karena jari-jari tangannya segera menutupi mulutnya, pekikan itu hanya terdengar lemah. Suara pekikan itu tersangkut di lehernya.

“Suka?” tanya Theo sambil mengangkat kepalanya.

“Suka banget! Nikmat dan mendebarkan!”

“Mau lagi?”

“Entar ketahuan.”

“Biarin!” jawab Theo sambil tersenyum.

“Benar?”

“Hmm!”

“Tapi mata Theo harus tertutup. Dan setelah dikecup, dijilat ya,” bisik gadis itu.

Theo terdiam sejenak, lalu bertanya..

“Kok harus menutup mata?”

“Tentu ada alasannya.”

“Kalau hanya mengecup dan menjilat, aku pasti mau.”

“Kalau matanya nggak tertutup, Debby yang nggak mau!” kata gadis itu merajuk manja.

Theo terdiam kembali. Tapi tak lama kemudian ia menjawab..

“OK,” katanya sambil mengangguk.

Gadis itu tersenyum manis.

“Lihat ke Debby dan tutup matanya. Biar Debby yang mengawasi mereka,” katanya sambil menolehkan kepalanya ke arah tamu-tamu di restoran itu.

“Nanti kalau Debby bilang ‘cium’ baru menunduk ya.” sambungnya sambil membuka kedua lututnya lebih lebar.

Lutut sebelah kirinya agak diangkat agar pangkal pahanya cukup terbuka untuk menampung sebuah kepala.

“OK.” jawab Theo sambil memejamkan matanya. Tak lama kemudian, ia mendengar bisikan di telinganya..

“Sekarang cium, Theo!”Dengan cepat Theo menunduk.

Ia merasakan jari-jari tangan gadis itu menekan bagian belakang kepalanya, menuntun agar bibirnya mendarat di tempat yang tepat. Dan.., sejenak ia terkesima setelah bibirnya mendarat di pangkal paha gadis itu.

Aroma yang sudah sangat dikenalnya tiba-tiba terasa langsung menyergap lubang hidungnya. Tapi karena khawatir bila harus menunduk terlalu lama di balik meja, ia segera mencium pangkal paha gadis itu. Ia sangat terkejut karena bibirnya bersentuhan langsung dengan bibir vagina yang lembut. Vagina yang hangat dan sedikit lembab.Secara bergantian, dengan cepat, dikulumnya kedua bibir luar vagina itu.

Lalu dijulurkannya lidah untuk menjilat celah sempit di antara ke dua bibir itu. Lidahnya segera tenggelam dalam kehangatan yang licin. Jilatannya tajam seperti mata pisau yang mengiris mentega.

Dan.., seolah ada alarm berbunyi di telinganya ketika ia merasakan tarikan rambut di bagian belakang kepalanya. Ia segera mengangkat wajahnya sambil membuka mata. Sebelum kepalanya benar-benar tegak, ia masih sempat melihat jari telunjuk gadis itu melepaskan tarikan tepi G-stringnya agar vaginanya tertutup kembali.

Sejenak mereka saling tatap. Di bola mata mereka tersirat binar-binar birahi. Dan sambil tertawa kecil, keduanya berangkulan dengan mesra!Debby masih berdiri di balkon. Tatapannya menerawang jauh dan terbentur pada lampu-lampu villa-villa di sekitar villanya.

Ia menarik nafas panjang. Udara segar yang bertiup di sekitar Puncak Pass terasa sejuk memenuhi rongga dadanya. Hembusan udara mulai terasa dingin di kulitnya. Tapi ia menyukai dinginnya udara itu, terutama ketika berhembus menerpa bagian bawah pusarnya. Pangkal pahanya terasa sejuk.

Dinginnya udara meredakan letupan-letupan gairah yang sempat memanas ketika ia teringat pada ciuman dan jilatan Theo di restoran rib roast itu.Debby kembali melihat jam tangannya.

Tak lama lagi Theo akan tiba, katanya dalam hati. Semakin dekat waktu yang telah mereka sepakati, semakin gelisah ia menunggu. Ia merasa lebih gelisah daripada biasanya karena ia sudah memutuskan bahwa malam itu ia akan mengucapkan

“selamat tinggal masa remaja!” Dan itu akan ia ucapkan tepat ketika ia berusia 17 tahun.

Usia untuk menjadi seorang wanita! Masih terbayang dalam ingatannya raut wajah Theo yang terlihat bingung ketika menerima denah jalan menuju villa. Raut wajah itu semakin bingung ketika ia mengatakan,

“Nanti malam, di villa, Debby akan memberikan sebuah hadiah yang sangat istimewa.”Sebenarnya ia telah membuat keputusan itu beberapa hari yang lalu.

Bahkan ingin memberikannya pada saat itu juga. Tapi karena hari ulang tahunnya yang ke-17 tinggal beberapa hari lagi, ia memutuskan untuk menundanya. Ia tahu bahwa Theo akan merasa sangat berbahagia menerima hadiah itu.

Ia sadar bahwa lelaki yang selalu memanjakannya itulah orang yang paling tepat dan berhak untuk mendapatkan hadiah itu. Lelaki yang dengan kedua bibirnya dapat membuatnya menderita dalam rintihan nikmat.

Lelaki yang telah memberikan arti nikmatnya sebuah cumbuan di pangkal pahanya. Lelaki yang lidahnya menari-nari pertama kali di vaginanya kira-kira sebulan yang lalu, yang kemudian secara rutin seminggu dua kali selalu ‘mimik’ pipis enak dari pangkal pahanya.

Lelaki yang selama sebulan telah bersabar mencumbu dan dicumbu hanya dengan bibir dan lidah.’Theo memang lelaki yang sabar dan penuh perhatian’, gumamnya ketika teringat pada cendawan di ujung batang kemaluan Theo. Seolah masih terasa lembutnya cendawan itu menyusup ke dalam rongga mulutnya.

Cendawan yang terasa mengalirkan kehangatan ketika menyentuh kerongkongannya, yang membuat ia tersendat dalam nikmat, yang membuat rasa dahaganya sirna setelah mendapatkan ‘mimik’ pipis enak dari batang kemaluan itu, dan yang membuatnya terpejam ketika segumpal lendir panas tiba-tiba ‘menembak’ kerongkongannya.

Gadis remaja itu tersenyum manis ketika melihat cahaya lampu mobil yang mendekati villanya. Tergopoh-gopoh ia menuruni tangga ke lantai 1 dan setengah berlari menuju halaman. Langkahnya yang cepat membuat pahanya yang berwarna kuning gading sesekali menyembul dari belahan kimono yang pakainya.

Segera dipeluknya pinggang lelaki itu. Pelukannya yang sangat ketat seolah menunjukkan kerinduan yang mendalam. Padahal mereka baru berpisah beberapa jam yang lalu.Theo menggamit dagu gadis remaja itu, membuat wajahnya yang cantik menengadah. Lalu ia menunduk dan menggosok-gosokkan hidungnya ke ujung hidung gadis itu.

Dalam keremangan cahaya lampu neon di teras, bibirnya memagut bibir gadis itu. Dikulumnya bibir mungil itu dengan penuh perasaan. Ia ingin menunjukkan rasa cintanya yang dalam. Dan ketika lidah gadis itu menjulur, lidah itu segera dipilinnya dengan lidahnya sambil dihisapnya dengan lembut.

“Kangen nggak?”

“Kangen banget, Sayang!” jawab Theo sambil mengecup leher jenjang gadis itu.

“Geli, Theo!”

“Oh ya. Kalau yang ini..?” tanya Theo sebelum mengecup dan menjentikkan ujung lidahnya persis di bawah dagu.
“Enak..!”Jawaban itu membuat Theo lebih bersemangat menciumi leher gadis itu.

Sesekali lidahnya menjulur menjilat hingga membuat gadis itu beberapa kali mendongakkan kepalanya. Lalu ia merasakan kedua belah lengan yang merangkul pinggangnya berpindah ke lehernya, membuat buah dada gadis itu menempel ketat ke dadanya. Karena senang dan gemas, kedua telapak tangannya segera meremas bongkah pantat gadis itu. Bongkah pantat itu terasa kenyal karena belum sepenuhnya mengembang.

Diremasnya berulang kali. Bahkan sambil meremas, bongkah pantat itu agak ditariknya ke atas agar ia tak perlu terlalu menunduk ketika menciumi leher.Debby menyukai tarikan di bongkah pantatnya walau hal menyebabkan ia harus berjinjit.

Tak lama kemudian, karena jari-jari kakinya mulai terasa kelu, ia menggantung di leher agar dapat melingkarkan kedua belah kakinya di pinggang lelaki itu. Tumitnya terpaksa menekan pinggul Theo ketika ia merasakan ciuman-ciuman basah merayap menuju buah dadanya.

Ciuman yang membuat ia beberapa kali melengkungkan punggungnya ke belakang, memberi ruang yang lebih luas kepada lelaki itu untuk menciumi buah dadanya. Beberapa menit kemudian, tumitnya menekan lebih keras karena ia ingin mengangkat badannya lebih tinggi agar ciuman-ciuman itu segera mendarat di buah dadanya.

Theo menarik bongkah pantat gadis itu lebih tinggi setelah menyadari bahwa di balik kimono itu tidak ada bra yang menghalangi. Walau kimono itu belum sepenuhnya terbuka, bibirnya sudah tidak sabar untuk segera mengecup celah di antara kedua buah dada yang baru mekar itu. Lidahnya pun mulai merayap dari lekukan bawah hingga ke putingnya yang kecil.

Semakin lama lidah itu bergerak semakin cepat. Menjilati bergantian. Buah dada kiri dan kanan. Dan ketika merasakan air liurnya telah membasahi kedua buah dada itu, ia segera mengulum putingnya yang kemerahan.

“Ooh..! Ooh.., Theo! Aarrgghh..!” desah Debby ketika merasakan puting dadanya digigit dengan lembut.

Dan ketika bibir lelaki itu berpindah ke buah dada sebelahnya, lalu mengulum dan menjentik-jentikkan ujung lidah di putingnya, ia mengerang..

Bandar Ceme Online Terpercaya - Dewagalau

“Theoo..! Aargh.., enak!!” Tapi beberapa detik kemudian, ia mendorong kepala lelaki itu.

“Gendong ke atas dong, Theo,” katanya sambil menunjuk ke arah balkon.

Debby tahu bahwa setelah menciumi buah dadanya, guru matematikanya yang tampan itu akan menciumi betis, lalu paha, dan pangkal pahanya.

Dari beberapa cumbuan oral yang mereka lakukan sejak sebulan yang lalu, ia pun tahu bahwa kedua betisnya akan mendapat ciuman-ciuman basah bila cumbuan itu dilakukan di atas tempat tidur.

Tapi kali ini ia menginginkan cumbuan yang agak berbeda. Sesuatu yang berbeda akan menciptakan sensasi yang berbeda pula, yang akan membuat tubuhnya menderita dalam kenikmatan berkepanjangan.

Ia menginginkan ciuman dan jilatan basah merayap dari kedua betis hingga ke bibir vaginanya dilakukan ketika ia sedang berdiri di balkon villa! Walaupun sesungguhnya ia tak dapat memastikan apakah hangatnya jilatan-jilatan rakus di vaginanya akan mampu melawan dinginnya embun dan tiupan angin malam yang menerpa tubuhnya.Ia merinding membayangkan kenikmatan akibat sensasi yang luar biasa itu.

Merinding karena ia ingin mengalami orgasme dalam terpaan embun putih dan dinginnya angin malam! Suasana seperti itulah yang diinginkannya. Di satu sisi ia ingin merasakan dinginnya tiupan angin malam di sekujur tubuh, dan di sisi lain ia ingin merasakan hangatnya lidah yang terselip di bibir vaginanya.

Sensasi yang luar biasa itu akan membuat tubuhnya kejang pada saat segumpal lendir orgasmenya akan langsung dihisap oleh lelaki yang dicintainya itu dengan rakus. Lendir orgasme yang tumpah ketika ia berdiri menggigil kedinginan dalam selimut embun malam!Gadis itu merasa melayang ketika Theo menggendongnya menuju balkon.

Vaginanya mulai terasa basah ketika lelaki itu menurunkan tubuhnya dengan hati-hati. Karena tali kimono yang melilit pinggangnya sudah kendur, angin malam yang dingin terasa langsung menerpa bagian depan tubuhnya. Ia mulai menggigil.

“Di sini?”

“Hmm!”Debby menyandarkan punggungnya ke kusen pintu, lalu memandang ke sekelilingnya. Putih berkabut.

Ia menoleh ke arah rumah penjaga villa di sudut barat, juga putih berkabut. Walaupun lampu neon di balkon tidak dimatikan, ia merasa yakin tidak ada orang yang dapat melihat mereka.

Sambil tersenyum, diangkatnya kaki kirinya lalu meletakkan telapak kakinya di sandaran lengan kursi di sebelahnya. Bagian tengah kimononya, dari pinggang ke bawah menjadi terbelah dua.

“Di sini, Theo. Puaskan Debby di sini! Sepuas-puasnya, Sayang.

Debby ingin malam ini menjadi malam yang tak terlupakan. Debby ingin pipis enak di sini. ‘Mimik’ ya Sayang. Kalau udah puas ‘mimik’, baru kita pindah ke dalam. Debby akan beri hadiah istimewa untuk Theo di kamar!”Theo tertegun. Posisi gadis belia yang disayanginya itu sangat menantang, membuat ia tak mampu menjawab.

Matanya nanar menatap keindahan kaki yang keluar dari belahan tengah kimono, yang lututnya tertekuk karena telapaknya menginjak lengan kursi. Mulutnya setengah terbuka ketika matanya menatap pangkal paha gadis itu. Terkesima.

Ia baru menyadari bahwa tak ada celana dalam mini atau G-string yang menutupi pangkal paha itu. Dalam keremangan, masih dapat dilihatnya bulu-bulu ikal halus dan tipis di bagian atas vagina yang segar itu.

“Mau ‘kan, Theo?”

“Akan kuturuti apa pun yang Debby inginkan,” kata Theo sambil berlutut di hadapan gadis itu.

Dengan posisi berlutut, betis indah itu berada persis di sebelah pipi Theo. Dan dengan lembut diusap-usapkannya telapak tangannya ke betis itu. Semenit kemudian, dibelai-belainya betis itu dengan pipinya. Ia ingin merasakan kehalusan pori-pori betis itu di pipinya! Lalu ia mengecupnya.

Mula-mula ia mengecup bagian bawah, tetapi semakin lama semakin naik ke arah belakang lutut. Mula-mula kecupannya kering, tetapi semakin mendekati belakang lutut, kecupannya semakin basah. Ketika bibirnya telah terselip di belakang lutut yang tertekuk itu, ia mengecup sambil mempermainkan ujung lidahnya.

“Geli, Theo!” kata gadis ketika ia merasakan kumis Theo menggelitik belakang lututnya.Kedua belah tangannya mendekap dada untuk mengurangi dinginnya terpaan angin sekaligus untuk menahan agar belahan tengah kimononya tetap tertutup.

Sebaliknya, ia mulai merasakan kehangatan di pangkal pahanya.Theo memindahkan kecupannya ke betis yang sebelah lagi. Betis itu terasa lebih kenyal karena berat badan Debby bertumpu pada sebelah kaki.

Dengan sabar, Theo mengecup kembali. Mengulangnya berulangkali. Dan kemudian mulai menjilat ke arah bawah. Sesekali ia mengecup dengan gemas, setengah menggigit.Debby menunduk dengan mata terbuka lebar.

Ia merasa senang dan tersanjung menatap guru matematikanya itu berlutut di antara kedua belah kakinya. Jantungnya berdebar-debar melihat lelaki yang sabar itu harus membungkuk agar dapat mengecup betisnya.

Ia merasa senang dan tersanjung. Perasaan itu seolah membongkah dan memberi kehangatan di rongga dadanya. Membuat dirinya seolah melambung tinggi ke dalam dinginnya embun malam. Ia pun sangat menikmati hembusan nafas yang terasa hangat di betisnya. Setiap kali lelaki itu mengecup, seolah tersisa kehangatan di bekas kecupannya.

Theo mulai menciumi lutut bagian dalam. Sambil mencium, matanya menatap bibir vagina gadis itu. Walau terlihat samar, tetapi cahaya lampu neon di langit-langit balkon membuat bibir vagina tampak mengkilap. Pasti sudah ada sedikit cairan lendir yang terselip di antara bibir itu, katanya dalam hati.

Lalu dengan cepat diterkamnya vagina yang segar itu. Lidahnya segera membelah, dan bibirnya segera mengisap. Setelah itu, dengan cepat pula ia menarik kepalanya menjauhi vagina itu. Hanya sedikit cairan lendir yang terhisap.

Debby memekik karena terkejut. Ia tak menduga Theo akan ‘menerkam’ vaginanya secepat itu. Walau hanya sekejap, dalam keterkejutannya, terkaman itu ternyata mampu mengalirkan kehangatan di sekujur tubuhnya. Mungkin karena terkejut, sekejap ia lupa pada dinginnya terpaan angin malam.

“Theo jahat! Nggak sabar ya?”

“Ingat, tak ada setetes pun yang terbuang!”

“Paha dulu!” kata gadis itu sambil mendorong kepala Theo ke arah pahanya.

Theo menatap keindahan paha yang terpampang di depannya. Paha itu terbuka lebar dan karena telapaknya terletak di atas sandaran lengan kursi, dengan mudah ia menciumi dan sesekali menjilatnya karena paha itu persis setinggi kepalanya.

Kulit paha itu terasa dingin di bibirnya. Lalu diusapkannya wajahnya beberapa kali ke permukaan paha dalam yang mulus itu. Ia suka merasakan kemulusan paha itu di wajah dan pipinya. Semakin sering mengusap-usapkan wajah dan menciuminya, kulit paha itu terasa semakin hangat. Kedua belah telapak tangannya pun giat bergerak menyalurkan kehangatan. Tangan kirinya mengusap-usap paha kanan bagian luar, sedangkan telapak kanannya digunakan untuk mengusap-usap betis kiri gadis itu.

Debby sangat menyukai usapan-usapan telapak tangan Theo. Usapan-sapan itu mengurangi dinginnya terpaan angin malam. Bahkan kehangatan pun mulai terasa menjalar di bagian bawah perutnya ketika ia merasakan lidah Theo merayap mendekati lipatan antara paha dalam dan vaginanya. Ia merintih ketika bibir lelaki yang suka ‘mimik’ pipisnya itu menariki bulu-bulu halus di sekitar bibir vaginanya. Bulu-bulu itu masih terlalu pendek, masih sepanjang bulu alis mata sehingga bibir itu selalu gagal menariknya. Hal itu malah membuat vaginanya semakin basah.

Setelah mengencangkan lilitan kimono agar belahan di bagian dadanya tidak terbuka, kedua lengannya segera jatuh di atas kepala lelaki itu. Ia menginginkan lidah hangat itu membelah bibir vaginanya.”Theo, mimik dulu dong lendirnya,” kata gadis itu sambil membuka bibir vaginanya dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. Sejenak, Theo menghentikan ciuman-ciumannya. Ia menengadah sambil tersenyum, tak lama kemudian, ia kembali menciumi paha kiri gadis itu. Sengaja tidak diturutinya keinginan gadis itu.

“Theo, jahat!” kata gadis itu sambil menarik kepala Theo ke arah pangkal pahanya.

Kedua tangannya menahan agar kepala itu tetap berada di pangkal pahanya. Dan ketika ia merasakan kehangatan lidah menyusup ke dalam vaginanya, ia merintih..

“Ooh, ooh.., enak Theo! Aarrgghh..!”Tarikan nafasnya pun mulai tak teratur ketika lidah itu menjilati dinding dan bibir dalam vaginanya.

Ia mendorong pinggulnya agar lidah itu masuk semakin dalam. Ia mulai lupa dan tak merasakan dinginnya angin malam. Biasanya, keadaan seperti itu membuat pori-pori di sekujur tubuhnya terbuka. Berkeringat.

Tapi saat ini, tak ada setetes pun keringat di kulitnya. Pori-porinya tetap tertutup. Kenikmatan dan kehangatan nafas yang mendengus-dengus di vaginanya hanya mampu memberi kehangatan tetapi tak mampu membuatnya berkeringat. Dan ia menyukai hal itu! Sebuah sensasi yang membuat vaginanya semakin basah berlendir. Apalagi ketika merasakan lelaki itu mengisap lendir yang terselip di bibir dalam baginanya, ia merintih berulang kali..

“Argh..! Argh..! Theo, Oh nikmatnya, sstt, sstt.., aarrgghh..!” Ia menjadi lupa pada paha kirinya yang belum cukup banyak mendapat cumbuan.

Malam itu Theo merasakan sebuah perbedaan. Aroma segar kemaluan gadis itu tidak setajam biasanya. Mungkin karena aroma itu langsung tertiup angin malam. Karena rindu akan aroma itu, Theo menekan hidungnya ke celah sempit di antara bibir vagina gadis itu.

Ditekannya sedalam-dalamnya sambil menghirup aroma yang sangat dirindukannya itu.Debby terkejut merasakan hidung lelaki itu tiba-tiba menusuk lubang vaginanya. Ia menggelinjangkan pinggulnya. Menggelinjang dalam kenikmatan. Geli dan nikmat tiba-tiba terasa menusuk hingga ke jantungnya. Ia merintih-rintih berkepanjangan akibat dengusan nafas di dalam lubang vaginanya.

“Aarrgghh..! Aarrghh..! Ampun, Theo..! Aarrgghh.., aarrgghh..!” rintihannya semakin keras ketika merasakan kumis lelaki itu menyapu klitorisnya.

“Ampun, ampun.. Theo! Aarrgghh..! Debby mau pipiis!”Tapi ia tak berusaha menghindari hidung itu.

Ia bahkan memutar pinggulnya sambil menekan bagian belakang kepala lelaki itu. Ia tak ingin hidung itu tak lepas dari jepitan bibir vaginanya. Hal itu tak berlangsung lama. Ia hanya mampu memutar-mutar pinggulnya beberapa kali! Tiba-tiba saja ia merasakan adanya dorongan lendir orgasme yang tak mampu ditahannya.

Dorongan itu terasa sangat kuat. Jauh lebih kuat daripada dorongan yang biasanya ia rasakan ketika mendekati puncak orgasmenya.

“Theo, Theo.., Debby mau pipis! Aarrgghh.., mimik!”Theo mendengar rintihan itu.

Tapi ia tak ingin menarik hidungnya. Ia tak peduli walaupun merasakan dua lengan memukul-mukul kepalanya dengan gemas. Ia telah terbius oleh aroma, kehangatan, kelembutan, dan kehalusan dinding vagina gadis remaja itu.

Bahkan semakin diremas dan ditariknya kedua bongkah pantat gadis itu agar hidungnya semakin tenggelam ke dalam liang vagina yang segar itu.Remasannya di bongkah pantat itu sangat kuat, membuat gadis itu hanya dapat merintih dan meronta-ronta. Dan tak lama kemudian, ia merasakan lendir hangat membasahi ujung hidungnya.

Ia sangat senang merasakan kehangatan lendir itu. Lendir yang membasahi hidungnya ternyata membuat batang kemaluannya semakin tegang. Bengkak. Mungkin karena merasakan nikmat yang berbeda dari biasanya. Selama sebulan, telah berkali-kali ia rasakan orgasme gadis itu di ujung lidahnya.

Tapi kali ini berbeda, ia merasakannya di ujung hidungnya!Walaupun terasa agak sesak, Theo menarik nafas. Ia menghirup aroma yang sangat pribadi itu langsung dari bagian yang sangat dalam dan tersembunyi! Ia pun merasa sangat puas karena baru kali ini ia mendengar gadis cantik itu merintih-rintih minta ampun!

“Aarrgghh.., ampun! Ampun.., Debby pipiis!” rintih gadis itu sambil berusaha menarik pinggulnya agar hidung lelaki itu terlepas.

Ia tak mampu mengendalikan rasa nikmat dan geli yang bercampur menjadi satu di lubang vaginanya. Tapi remasan telapak tangan di bongkah pantatnya lebih kuat daripada tarikan pinggulnya.

Akhirnya ia hanya merintih-rintih melepaskan lendir orgasmenya ketika hidung itu mendengus-dengus. Seluruh sendi-sendi di sekujur tubuhnya menjadi lunglai. Membuat ia pasrah dan berusaha agar tak terjatuh ke lantai.

Theo menarik hidungnya setelah merasakan lendir orgasme itu berhenti mengalir. Ia menengadah sambil tersenyum puas. Ia dapat melihat kenikmatan yang baru saja usai mendera gadis itu. Hal itu terlihat dari bola mata yang menatap hampa dan kelopak mata yang setengah terpejam.

“Theo jaa.. haatt.., Theo jahat! ” kata Debby terengah-engah sambil meminjit hidung lelaki itu dengan jempol dan telunjuknya.

Tapi jari itu terpeleset karena hidung itu masih dipenuhi lendir licin.

“Jahat!” ulangnya sambil memijit kembali.”Oh ya?” sahut Theo sambil menunduk.

Lalu ia mulai menjilati vagina yang masih berlepotan lendir itu.Debby menggeliat ketika merasakan kembali lidah yang menjilati bibir luar vaginanya. Ia merasa lelah tetapi ia pun tahu bahwa ia tak dapat menghindar dari lidah yang selalu rajin membersihkan sisa-sisa lendir orgasme di terasa pegal, terutama tungkai kakinya yang menginjak lengan kursi. Ia tidak akan mendorong kepala itu menjauhi vaginanya.

Percuma. Ia tahu bahwa lelaki yang selalu memanjakannya itu tak akan berhenti menjilati sebelum vaginanya benar-benar bersih. Selain itu masih ada hal yang belum ia dapatkan.

Malam itu ia belum merasakan nikmatnya ‘menumpahkan’ lendir orgasmenya langsung ke dalam mulut yang terjebak di dalam vaginanya. Terjebak di bagian yang paling dalam dan tersembunyi. Belum merasakan nikmatnya ‘menumpahkan’ lendir orgasme langsung ke dalam bibir dan lidah yang menghisap-hisap vaginanya ketika dinginnya angin malam menerpa tubuhnya.Ia menunduk sambil mengusap-usap rambut lelaki tampan yang masih rajin menjilati vaginanya. Kelopak matanya kembali terbuka.

Bola matanya berbinar-binar menikmati pemandangan erotis di pangkal pahanya. Menikmati indahnya lidah yang menjulur dan menghilang dalam belahan bibir vaginanya. Lidah yang basah mengkilap ketika keluar dari lubang vaginanya.

Tanpa sadar ia mendesah ketika lidah itu mulai mencari-cari sisa lendir di balik sekumpulan urat saraf yang menutupi klitorisnya. Ia menggeliat.

Dan menggeliat lagi ketika merasakan klitorisnya dijentik-jentik dengan ujung lidah. Lalu diturunkannya telapak kaki kirinya dari lengan kursi. Setelah memindahkan berat badannya ke kaki kirinya, diangkatnya kaki kanannya dan diletakkannya pahanya di pundak lelaki itu. Ia menarik nafas lega merasakan kehangatan di bagian dalam pahanya, bagian yang menempel dengan pipi Theo.

“Nggak apa-apa ‘kan, Sayang.” kata gadis itu sambil mempermainkan jari-jari tangannya di rambut lelaki itu.

Ia terpaksa bertanya karena sebelumnya tidak pernah melakukan hal seperti itu. Tidak pernah berdiri sambil menjepit kepala di pangkal pahanya.Theo menengadah, lalu mengangguk.

“Puaskan Debby ya, Sayang. Sebentar lagi, mimik lagi ya.” Theo mengangguk kembali sambil mengulum klitoris gadis remaja yang nakal itu.

Melihat anggukan kepala itu, Debby jadi lebih bersemangat untuk meraih puncak orgasmenya. Kedua tangannya segera menekan kepala lelaki itu agar semakin terdesak ke vaginanya.

Satu tangan menekan bagian belakang kepala, dan yang sebelah lagi menjambak segenggam rambut. Posisi seperti itu membuatnya sangat bergairah. Kelopak matanya terbuka lebar menatap kepala yang pasrah di pangkal pahanya. Seolah kepala itu dipersembahkan sebagai alat untuk meraih puncak orgasmenya.

Walaupun vaginanya telah pernah beberapa kali dioral oleh guru matematikanya itu, tetapi ia belum pernah merasakan nikmatnya mengendalikan kepala itu di pangkal pahanya. Mengendalikan sesuka hatinya. Jantungnya berdebar-debar ketika ia mulai menggerak-gerakkan pinggulnya. Ia merasa lebih nikmat karena pinggulnya bebas bergerak sesuka hatinya.

Ia pun merasa bebas untuk mengerak-gerakan kepala lelaki itu ke arah yang ia inginkan. Menekannya, mendorongnya, atau bahkan menariknya. Beberapa kali ia terpaksa menariknya sambil berjinjit karena kumis lelaki itu terasa menyentuh ujung atas belahan vaginanya.

“Argh..! Argh..!” rintihnya menahan nikmat yang mendera sekujur tubuhnya. Debby merasakan lendir yang semakin deras mengalir ke vaginanya.
“Mimik, Sayang,” katanya sambil menekan pundak Theo dengan paha belakangnya.

Ia ingin lidah itu menyusup ke dalam vaginanya, menarik lendir dan mengisapnya. Ia merasa bahwa sebentar lagi ia akan mencapai puncak orgasmenya. Ia ingin merasakan kelembutan dan kehangatan bibir itu ketika dinding vaginanya berdenyut-denyut.

Sambil agak menekuk kedua lututnya, dihentakkannya pinggulnya agar lidah dan bibir lelaki itu masuk lebih dalam ke lubang vaginanya. Ia seolah mendapat sinyal ketika merasakan remasan di bongkah pantatnya, sinyal yang menyatakan bahwa lelaki itu menyukai hentakan pinggulnya.

Tanpa ragu, ia kembali menghentakkan pinggulnya sambil menekan bagian belakang kepala lelaki itu. Dilakukannya berulang kali, seolah ingin menunjukkan bahwa vaginanya ingin menelan lidah dan mulut lelaki itu.

“Theoo.., aarrgghh..,” rintihnya sambil menekan dahi lelaki itu dengan ujung jarinya. Tekanan itu menyebabkan wajah Theo terdongak hingga mulutnya persis berada di bawah vaginanya.

“Mimik ‘pipis’ Debby, Sayaang,” rintihnya sambil menghentak-hentakkan pinggulnya dengan cepat.

Sekujur tubuhnya menggigil merasakan nikmatnya lidah yang tertanam di lubang vaginanya, lidah yang dapat ia perlakukan sesuka hatinya.

Seolah ada ‘penis’ kecil tertanam di lubang kemaluannya. Ia menggigil merasakan sensasi nikmat yang luar biasa dalam terpaan dinginnya angin malam yang berembun. Bulu-bulu roma di sekujur tubuhnya merinding ketika merasakan lahapnya lidah dan mulut lelaki itu menghisap-hisap, menanti lendir orgasme yang akan tumpah dari vaginanya.

“Aarrgghh.., hasshh.., hasshh.., aarrgghh, aarrgghh, aarrgghh..!” rintihnya berkepanjangan ketika ‘menumpahkan’ orgasmenya.

Ia masih merintih-rintih bekepanjangan ketika merasakan liarnya lidah lelaki itu menjentik-jentik bibir dalam vaginanya. Lidah itu masih rajin bergerak seolah belum terpuaskan dengan segumpal lendir yang telah mengalir dari lubang vaginanya.

Theo masih menjilat-jilat. Sesekali mengulum bibir luar vagina gadis yang masih terengah-engah itu. Ia pun merasakan nikmat yang luar biasa ketika merasakan lendir orgasme gadis remaja itu mengalir ke kerongkongannya.

Mungkin karena dinginnya terpaan angin, lendir orgasme yang ditelannya terasa lebih hangat dari biasanya. Paha yang menekan pipinya pun terasa lebih hangat. Dan.., hentakan-hentakan pinggul itu lebih liar dari biasanya!”Ooh Theo, nikmatnya!” desah Debby sambil menatap bola mata lelaki yang masih dijepitnya di pangkal pahanya. Jari-jari tangannya mengusap-usap dahi dan rambut lelaki itu. Dibelai-belainya dengan mesra. Bibirnya tersenyum bahagia.

“Sekarang kita ke kamar yuk!” sambungnya sambil mengangkat pahanya dari pundak lelaki itu.

Di atas ‘king size bed’ tergeletak tubuh telanjang seorang gadis belia. Tubuh itu tergeletak dengan pose yang sangat menantang. Satu kaki terbujur lurus di atas kasur, dan yang sebelah lagi menekuk setengah terbuka mengangkang.

Dan bibir gadis itu tersenyum manis. Merekah. Di cermin besar di dinding, bayangan tubuh indah itu terpantul seutuhnya. Seolah ada dua gadis belia yang sedang telanjang atas tempat tidur. Theo menaiki tempat tidur dan menjatuhkan dadanya di antara kedua belah paha gadis belia itu. Lalu dengan gemas, diciumnya pusar gadis itu.

“Theoo, geli!”Theo tersenyum sambil mengangkat kepalanya.

Tapi tak lama kemudian diulang-ulangnya mencium hingga membuat gadis belia itu menggelinjang beberapa kali. Lalu ia merasakan dua buah lengan yang menarik dagu dan rambutnya. Dengan menggunakan kedua siku dan lututnya, ia merangkak hingga wajahnya terbenam di antara kedua buah dada gadis itu.

Dikecupnya lekukan buah dada yang putih itu. Lidahnya sedikit menjulur ketika mengecup. Kecupan basah. Ia tak merasa puas bila lidahnya tak merasakan kehalusan kulit buah dada gadis belia itu.

Tak lama kemudian, lidahnya melata menjilat buah dada yang sebelah kanan. Diulangnya beberapa kali hingga buah dada itu mulai basah tersapu air liurnya. Ia berhenti sejenak untuk menatap keindahan puting di pucuk buah dada itu.

Lalu tangannya kirinya bergerak mengusap bagian bawah buah dada itu, kemudian bergerak ke arah atas sambil meremas dengan lembut. Sesaat ia menahan nafas menikmati kekenyalan buah dada itu di telapak tangannya.

Remasannya membuat puting itu terlihat semakin tinggi. Menggemaskan. Dan dengan cepat dikecupnya puting buah dada yang masih kecil itu. Dikulumnya sambil mengusap-usapkan tangan kanannya di punggung gadis itu.

“Kau murid yang cantik sekali,” kata Theo sambil mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu.Debby tersenyum.
Ia senang mendengar pujian itu. Dirangkulnya leher guru matematika yang disayanginya itu dengan tangan kirinya, kemudian diciumnya bibir lelaki itu dengan mesra. Dihisapnya lidah yang menyusup ke bibirnya.

Dihisapnya sambil mengait-ngaitkan ujung lidahnya. Tak lama kemudian, tangannya kanannya bergerak ke arah pangkal paha lelaki itu.

Setelah mengusap-usap beberapa kali, digenggamnya batang kemaluan lelaki itu. Lalu diarahkannya cendawan batang kemaluan itu ke celah di antara bibir vaginanya yang mulai berlendir.

“Ambil hadiahnya, Theo,” bisik gadis itu sambil mengusap-usapkan cendawan itu ke bibir vaginanya.Theo menarik nafas panjang merasakan kelembutan dan kehangatan di ujung batang kemaluannya.

Untuk pertama kalinya lendir dari celah bibir vagina gadis belia itu mengolesi ujung cendawannya. Batang kemaluannya menjadi semakin keras. Urat-urat berwarna hijau di kulit batang kemaluannya semakin membengkak.

Setelah menunjukkan kesabarannya selama sebulan, kesabaran mencumbui vagina gadis itu hanya dengan lidahnya, ternyata kesabarannya membuahkan hasil. Gadis itu akhirnya memberikan hadiah istimewa yang akan membawanya ke pintu surga dunia.

Hadiah istimewa yang tak pernah diduganya akan diberikan oleh salah seorang muridnya.Theo sedikit menekan pinggulnya agar cendawan itu terselip di bibir vagina yang berwarna pink itu. Ia menatap wajah gadis belia itu ketika merasakan pinggul yang ditindihnya menggeliat.

Dengan tambahan tekanan yang lebih keras, cendawan batang kemaluannya akhirnya terselip. Ia menahan nafas ketika merasakan hangat dan sempitnya bibir vagina itu menjepit cendawan kemaluannya.

Setelah sebulan bersabar, akhirnya vagina yang segar ini dapat kumiliki, katanya dalam hati. Lalu ia mulai menciumi leher gadis itu. Dadanya direndahkan hingga menekan kedua buah dada gadis itu. Ia sengaja melakukan hal itu karena ingin merasakan kekenyalan buah dada itu ketika menggeliat. Ia yakin gadis itu akan mengeliat-geliat ketika ia mendorong batang kemaluannya lebih dalam.

“Ohh.., Theo.” Theo menciumi telinga gadis itu.
“Belit pinggangku dengan kakimu, Sayang,” bisiknya di sela-sela ciumannya.

Tangan kirinya meremas buah dada gadis itu, sedangkan tangan kanannya mengelus-elus paha luar yang baru membelit pinggangnya. Lalu ia mendorong batang kemaluannya lebih dalam.

Sesak! Perlahan-lahan ia menarik sedikit batang kemaluannya, kemudian mendorongnya. Hal itu dilakukannya beberapa kali hingga ia merasakan cairan lendir yang semakin banyak mengolesi cendawan kemaluannya.

Sambil menghembuskan nafas berat, didorongnya batang kemaluannya lebih dalam hingga ujung cendawannya menyentuh sesuatu. Ia menahan gerakan pinggulnya ketika melihat gadis belia itu meringis.

Ia tak ingin menyakiti murid yang sangat disayanginya itu. Selain itu, tubuhnya sendiri pun bergetar merasakan sempitnya lubang vagina itu. Dadanya berdebar-debar ketika ia membiarkan ujung kemaluannya bersentuhan dengan selaput tipis yang sebentar lagi akan dirobeknya.

“Sakit, Theo!”

“Tahan sedikit ya, Sayang.”Theo kembali menarik batang kemaluannya hingga hanya ujung cendawan kemaluannya yang terselip di bibir luar vagina sang gadis.

Lalu didorongnya kembali perlahan-lahan. Diulangnya beberapa kali. Ia diam sejenak mengamati raut wajah yang cantik itu ketika ujung kemaluannya kembali menyentuh selaput tipis itu. Mata gadis itu setengah terpejam, tetapi bibirnya sudah tidak meringis.

“Debby, nanti dorong pinggulnya, ya,” katanya sambil menarik kembali batang kemaluannya.

Lalu diciumnya bibir gadis itu dengan lahap. Ia tak ingin mendengar gadis itu menjerit ketika ia mendorong kembali batang kemaluannya. puting buah dada gadis itu diremasnya dengan jempol dan jari telunjuknya. Dan ketika merasakan gadis itu mendorong pinggulnya, dengan cepat didorongnya pula batang kemaluannya.

“Hmm.., hhmm..!” gumam gadis itu sambil mengisap lidah Theo sekeras-kerasnya.Ia hanya dapat bergumam ketika merasakan batang kemaluan Theo menghunjam ke dalam lubang vaginanya.

Sekejap, tiba-tiba ia merasakan nyeri ketika batang kemaluan itu menembus selaput di lubang vaginanya. Ia menggeliat-geliat berusaha untuk melepaskan diri. Tapi semakin ia menggeliat, batang kemaluan itu masuk semakin dalam.

Akhirnya ia pasrah, diam tak bergerak!Theo menahan gerakan pinggulnya. Ia telah mendapatkan hadiah yang dijanjikan gadis itu. Tapi ia tidak ingin egois. Ia tidak ingin melihat gadis belia itu meringis kesakitan ketika memberikan hadiahnya. Ia akan membuat gadis itu bahagia dan turut menikmati memberiannya.

Oleh karena itu, ia menghentikan gerakan pinggulnya. Sesaat, ia hanya membelai-belai rambut di dahi gadis itu. Lalu mengecup keningnya dengan mesra. Tak lama kemudian, bibir gadis itu dikecupnya dengan lembut.

Dikulumnya dengan penuh perasaan. Ia baru menarik batang kemaluannya perlahan-lahan setelah merasakan lidah gadis itu menyusup ke dalam mulutnya.Setelah menyadari tak ada perubahan di raut wajah gadis itu, Theo kembali membenamkan batang kemaluannya perlahan-lahan.

Kali ini ia hanya mendengar gadis itu mendesis beberapa kali sambil merangkul lehernya erat-erat. Ia pun merasakan dua buah kaki yang semakin erat membelit pinggangnya. Ia masih tetap mendengar gadis itu mendesis ketika menarik batang kemaluannya.

Setelah menarik nafas panjang, dan tak sanggup lagi menahan kesabarannya, ia menghentakkan pinggulnya sedalam-dalamnya hingga pangkal pahanya bersentuhan dengan pangkal paha gadis itu. Ia mendesah beberapa kali ketika merasakan seluruh batang kemaluannya terbenam ke dalam vagina gadis itu. Bahkan ia merasakan ujung kemaluannya menyentuh mulut rahim gadis belia itu.

Sejenak ia diam tak bergerak. Ia sengaja membiarkan batang kemaluannya menikmati sempitnya lubang vagina itu. Ia terpejam merasakan remasan lembut di batang kemaluannya ketika vagina itu berdenyut.

“Aarrgghh.., ooh, ohh..,” rintih debby ketika seluruh batang kemaluan lelaki yang disayanginya itu telah terbenam ke dalam lubang vaginanya.

Ia merasakan pedih dan nikmat di sekujur tubuhnya. Rasa yang membuat bulu-bulu roma di sekujur tubuhnya meremang, yang membuat ia terpaksa melengkungkan punggungnya.

Kuku-kuku jari tangannya menancap di punggung lelaki itu ketika ia merasakan biji kemaluan Theo memukul lubang duburnya. Ia semakin melengkungkan punggungnya menjauhi kasur ketika lelaki itu menarik batang kemaluannya. Ia tak mampu bernafas ketika merasakan nikmatnya saat bibir dalam vaginanya tertarik bersama batang kemaluan itu.

Tak ada lagi pedih yang tersisa. Hanya ada nikmat yang menjalar dari vaginanya, nikmat yang membuat punggungnya terhempas ke atas kasur ketika lelaki itu kembali menghunjamkan batang kemaluannya. Ia menggigit bibirnya meresapi kenikmatan yang mengalir dari klitorisnya. Klitoris yang tergesek ketika gurunya yang jantan itu menghunjamkan batang kemaluannya.

Kenikmatan itu membuat ia terengah-engah karena hanya mendapatkan sedikit udara setiap kali ia menarik nafas.Theo mendesah setiap kali mendorong batang kemaluannya.

Seumur hidupnya, Ia tak pernah merasakan ada vagina yang menjepit batang kemaluannya sekeras itu. Vagina sempit yang membuat telapak tangannya harus menekan kasur sekeras-kerasnya ketika ia menarik batang kemaluannya.

Akhirnya ia tertelungkup di dada gadis itu. Tangannya menyusup ke balik punggung dan menggenggam kedua bahu gadis itu. Ia terpaksa hanya mengandalkan lututnya untuk menekan kasur agar ia tetap dapat mengangkat dan mendorong pinggulnya. Ia hampir tak mampu membendung air maninya lebih lama lagi.

Dipandangnya pangkal pahanya. Air mani di kantung biji kemaluannya terasa semakin meronta-ronta ketika ia melihat bibir luar vagina mungil itu ikut terbenam setiap kali ia mendorong batang kemaluannya.

“Aarrgghh.., Debbyy..!” desah Theo.

Nafasnya mendengus-dengus. Kelopak matanya terbeliak-beliak. Telinganya mendengar bunyi “plak” setiap kali ia menghunjamkan batang kemaluannya. Bunyi yang sangat mesra itu terdengar setiap kali pangkal pahanya beradu dengan pangkal paha gadis belia itu. Bunyi itu semakin keras terdengar setiap kali gadis itu mengangkat pinggulnya untuk menyongsong batang kemaluannya yang menghunjam.

“Aarrgghh.., Debby, aaku.. Aaku..”
“Theoo.., aarrgghh..!”Theo tak mampu lagi mengendalikan air mani yang meronta-ronta.

Tekanan air mani di kantung biji kemaluannya terasa sangat kuat. Ia masih mencoba bertahan. Tapi semakin lama vagina yang menelan kemaluannya terasa meremas semakin kuat. Remasan yang berdenyut-denyut, seolah ingin menghisap air mani yang tertahan di batang kemaluannya.

“Aarrgghh.., aarrgghh.., aku pipiiss..,” raung Theo ketika merasakan air maninya menerobos lubang saluran kemaluannya.

Ia menghunjamkan pinggulnya sekeras-kerasnya agar ujung cendawannya tertanam sedalam-dalamnya ketika air maninya menerobos ke luar dari kantung biji kemaluannya. Ia mencengkeram kedua bahu gadis itu dengan erat saat ia pun merasakan gigitan manja di bahu kanannya..

“Theoo, aarrgghh.., aarrgghh.., Debby pipiiss jugaa..!” rintih gadis belia itu ketika merasakan air mani yang sangat panas ‘menembak’ mulut rahimnya!Akhirnya setelah sang gadis mempersembahkan hadiah istimewanya untuk sang kekasih, mereka tidur berpelukan.